Rabu, 20 September 2017

ALLAH SEBAGAI TITIK TOLAK BERTEOLOGI


PENDAHULUAN



A.             LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam kehidupan orang Kristen baik orang Kristen yang awam tentang teologi maupun orang-orang yang secara khusus mempelajari ilmu teologi. Misalnya pendeta, missionaris atau mahasiswa-mahasiswi sekolah teologi harus memiliki dasar yang kuat dan benar jika ingin mempelajari ilmu teologi karena harus mengetahui apa dasar atau titik tolak yang harus dipakai untuk berteologi supaya tidak menimbulkan ajaran yang sesat dan menyimpang dari kebenaran. Dapat dikatakan ilmu teologi adalah ilmu yang “aneh” dan “rumit”, karena mempelajari sesuatu yang tidak nyata dan sangat sulit jika memakai logika atau akal manusia. Bahkan di zaman modern ini banyak orang sudah tidak percaya lagi dengan teologi maupun Alkitab karena tidak mampu membuktikan keberadaan Allah sendiri dan mereka lebih memilih menjadi atheis[1] sehingga apa yang tidak masuk kedalam logika atau akal mereka hanya dianggap sebagai dongeng atau mitos yang tidak berarti. Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam mempelajarinya.

Ada beberapa cara untuk mempelajari teologi yaitu melalui wahyu Allah atau yang disebut Alkitab dan cara yang lain yang akan penulis bahas dalam makalah ini yaitu mempelajari teologi dari Allah sendiri. Kalau dilihat secara etimologi, arti kata teologi sendiri yaitu berasal dari kata Yunani “Theos (θεος) yang artinya Allah, Tuhan dan Logos (λογια) yang artinya pikiran, ucapan, perkataan atau percakapan. Jadi teologi adalah berbicara tentang Allah. Atau dalam arti lain teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan terhadap Allah.[2] Menurut pakar-pakar teologi, mereka mempunyai pandangan yang berbeda tentang teologi, diantaranya Anselmus dari Canterbury mendefinisikan bahwa teologi adalah "iman yang mencari pengertian (fides quaerens intellectum).". Menurut HL Mencken teologi adalah upaya untuk menjelaskan hal-hal yang tidak diketahui dalam pengertian-pengertian dari mereka yang tidak patut mengetahuinya.[3]

Dalam gereja Kristen, teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah, kemudian artinya menjadi lebih luas, yaitu membahas keseluruhan ajaran dan praktik Kristen.[4] Dalam upaya merumuskan apa itu ilmu teologi, maka ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan, yaitu tidak akan ada teologi Kristen tanpa keyakinan bahwa Allah bertindak atau berfirman secara khusus dalam Yesus Kristus yang menggenapi perjanjian dengan umat Israel.[5] John M. Frame juga mengemukakan argumentasinya dan mendefinisikan teologi sebagai penerapan firman Allah oleh manusia dalam seluruh bidang kehidupan.[6] Karena begitu banyak ahli teologi yang berpendapat maka menjadi lebih sukar lagi jika salah mempelajari tanpa pengetahuan definisi yang baik. Dalam teologi terdapat banyak unsur filsafat. Dan orang Kristen yang kuat adalah orang Kristen yang mengerti dan memegang asas pengajaran yang benar. Bila seseorang ingin diselamatkan, ia harus menyadari bahwa dirinya adalah orang berdosa dan memerlukan seorang Juruselamat. Jikalau jemaat-jemaat Tuhan tidak mengetahui kebenaran tentang Allah dan Firman-Nya, maka jemaat itu akan hancur. Pengertian tentang mengenal Allah dan Firman Allah, selain dasar untuk berteologi tetapi juga seperti tulang punggung bagi orang Kristen.

B.              RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang terjadi adalah masalah karena kurangnya pengetahuan tentang Allah dalam kehidupan orang Kristen dan kurangnya pemahaman akan pentingnya belajar teologi bagi orang Kristen. Didunia ini ada berbagai sumber yang menjadi titik tolak dalam mempelajari teologi. Tetapi dalam makalah ini penulis memfokuskan pembahasan kepada Allah sebagai dasar titik tolak berteologi. Oleh sebab itu untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan dibahas oleh makalah ini dengan bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1.      Bagaimana membuktikan Allah?

2.      Dimana kita dapat menemukan Allah?

3.      Bagaimana jika Pengetahuan tentang Allah didasari Logika manusia?

4.      Mengapa Allah harus menjadi dasar titik tolak utama dalam berteologi?



C.              TUJUAN PENELITIAN

Dalam penulisan makalah ini, penulis memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1.      Menjelaskan bagaimana orang Kristen dapat membuktikan Allah.

2.      Menjelaskan tentang keberadaan Allah dan dimana orang Kristen dapat menemukan Allah.

3.      Menjelaskan pengetahuan tentang Allah yang didasari oleh logika manusia.

4.      Menjelaskan mengapa Allah harus menjadi dasar titik tolak utama dalam berteologi.







PEMBAHASAN



A.             Membuktikan Allah.

Makalah ini tidak bertujuan untuk membahas ataupun memecahkan masalah tentang apakah Allah itu. Hal itu sangat rumit dan semua tokoh agama maupun filsuf akan mengatakan bahwa Allah adalah lain daripada manusia dan tidak dapat mengerti maupun dipahami secara penuh. Eksistensi Allah dari sendirinya benar adanya dalam kebenaran akal budi manusia. Allah adalah Dia yang tentangnya tiada sesuatu pun yang lebih besar daripada-Nya yang dapat dipikirkan.[7] Membuktikan keberadaan Allah merupakan hal yang sangat sukar, karena Allah itu sendiri tidak nyata seperti manusia tetapi Dia ada, meskipun banyak makhluk disebut sebagai allah oleh manusia, tetapi hanya ada satu Allah yang hidup dan benar, dan Allah ini sangat berbeda dengan makhluk ciptaan manapun.

Allah tidak bisa dilihat dengan mata jasmani manusia, karena sejak manusia jatuh dalam  dosa maka Allah menjauh dan berpaling dari manusia, karena Allah adalah kudus. Kita pun tidak kurang bingungnya di dalam memahami apa yang dikatakan oleh Alkitab mengenai Allah. Tetapi di dalam Alkitab, karya-karya Allah jelas sekali bagi manusia “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.”[8] Paulus sendiri juga menuliskan kepada jemaat Tuhan di Roma “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata  bagi mereka, sebab Allah telah menytakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dan karya-Nya sejak dunia diciptakan.”[9] Di dalam Alkitab kita dapat melihat sukacita di dalam dunia yang diciptakan Tuhan, sebab dunia yang diciptakannya itu baik adanya. Jika kita memandang dunia dari sudut ini, yaitu di bawah terang Allah sebagai Penciptanya, memampukan kita untuk menghindarkan diri dari dua kekeliruan.[10] Yang pertama adalah, bahwa kita beribadat atau menyembah dunia ini, atau menganggap Allah tidak lain daripada keseluruhan  dari apa yang ada. Itulah yang disebut pantheisme, yang oleh karena mengaburkan perbedaan diantara manusia dengan Allah tidk memungkinkan hubungan pribadi diantara manusia dengan Allah.[11] Yang kedua adalah menganggap Tuhan sebagai “tuan tanah yang sedang bepergian”.[12] Davidson juga mengatakan bahwa kita tidak menemukan pemikiran, dan jika Allah berbicara atau berfirman, maka Ia lansung berbicara kepada manusia seperti apa yang terdapat dalam berbagai adama dan filsafat, bahwa Allah hanya dapat ditemukan dengan jalan mengundurkan diri dari kungkungan jahat dunia yang “jasmani” ini menuju pada suatu keberadaaan yang “rohani”.[13] Tetapi apakah masih juga sampai sekarang ini?.

Tuhan Allah, Allah Trituggal, oleh kehendak-Nya sendiri, dan untuk kemuliaan-Nya sendiri telah menciptakan alam semesta tanpa menggunakan sesuatu benda, baik yang kelihatan maupun benda yang tidak kelihatan.[14] Oleh sebab itu hanya melalui ciptaan-Nya kita dapat membuktikan bahwa Allah memang ada. Ciptaan Allah bukan suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu, tetapi karya Tuhan yang berlangsung terus-menerus. Allah tidak terbatas, sedangkan manusia sangat terbatas sekali. Tuhan Allah diam di dalam terang yang tidak dapat dihampiri oleh manusia. Kalau kita mencoba menerangkan keesaan Allah dan Tritunggal Allah, berarti kita mencoba menjelaskan hal yang tidak terbatas dengan pikiran dan perkataan yang terbatas, jadi penjelasan itu tidak sempurna.[15] Tetapi penulis akan berusaha mencari definisi yang mungkin dapat menjadi gambaran tentang “Apakah Allah itu?” Beberapa orang baik penulis-penulis teologi maupun penulis-penulis filsafat memiliki pendapat atau definisi sendiri tentang Allah. Bagi Plato, Allah merupakan akal abadi, sebab dari semua kebaikan di alam semesta.[16] Aristoteles beranggapan bahwa Allah adalah sumber segala keberadaan. Spinoza mendefinisikan Allah sebagai substansi yang mutlak dan universal, penyebab sejati dari segala sesuatu dan segala yang ada; dan bukan saja sekedar penyebab segala keberadaan sehingga setiap benda yang ada merupakan modifikasi Allah saja.[17] Kant mendefinisikan Allah sebagai Dia, yang lewat pemahaman dan kehendak-Nya, telah mengadakan alam semesta; Dia yang memiliki semua hak tanpa memiliki kewajiban; pencipta yang sesungguhnya dari seluruh dunia. Bagi Fichte, Allah merupakan tatanan moral alam semesta, yang benar-benar bekerja dalam kehidupan.[18] Itulah beberapa pemahaman-pemahaman tentang Allah yang nonalkitabiah, kita sendiri sebagai orang Kristen harus memperhatikan pemahaman yang benar tentang Allah sebelum berteologi. Kualitas keilahiannya yang membuat Allah berbeda dengan manusia dan menandai perbedaan dan jarak antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Kualitas-kualitasnya seperti keberadaanNya yang tidak diciptakan, ketidakterbatasan-Nya, kekekalan-Nya, dan sifat-Nya yang tidak pernah berubah, keperkasaan-Nya, kemahatahuan-Nya, kemahahadiran-Nya, kekudusan-Nya, kasih dan kemurahan-Nya, kebenaran-Nya, kesetiaan-Nya, kebaikan-Nya, kesabaran-Nya dan keadilan-Nya.

Jadi, untuk pertanyaan keempat dalam Katekismus Westminster versi Pendek, “Apakah Allah?” jawabannya adalah: “Allah adalah Roh, tak terbatas, kekal, dan tak berubah dalam keberadaan, hikmat, kuasa, kekudusan, keadilan, kebaikan, dan kebenaran-Nya -satu pernyataan yang Charles Hodge nyatakan sebagai “definisi yang mungkin merupakan yang terbaik yang pernah dihasilkan tentang Allah”.[19] Jika kembali kepada Alkitab, pasti tidak ada penulis Alkitab yang mencoba membuktikan bahwa Allah ada. “Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah”.[20] Hanya orang bebal yang percaya bahwa Allah tidak ada.

Tetapi bagi orang Kristen, kenyataan bahwa Allah itu ada diyakini di dalam hati kita, sebab kita dapat merasakan persekutuan dengan Allah. Jika kita ingin mendapatkan bukti bahwa Allah ada, lebih baik kita melihat kepada Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus berkata kepada Filipus, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.”[21] Yesus Kristus menyatakan Allah kepada kita dan Ia sendiri adalah Allah dan mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan.[22] Alkitab sendiri membuktikan bahwa Allah ada, sebab tanpa pertolongan Allah, manusia tidak mungkin dapat menulis Alkitab.

Rasul Yohanes juga menuliskan bahwa “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”[23] Hegel pun juga beranggapan bahwa Tuhan adalah sepenuhnya roh, namun juga roh yang tanpa kesadaran sampai roh tersebut menjadi sadar dalam akal dan pemikiran manusia.[24]Roh dalam bahasa Ibrani ruakh yang diterjemahkan “roh”, arti pertamanya adalah “angin”, bukan angin yang sepoi-sepoi basah, melainkan badai pasir yag bertiup di padang gurun, badai ini melambangkan kekuatan yang dahsyat dan tak tertahankan.[25] Roh Allah adalah Allah sendiri yang dengan kuat kuasa sedang bertindak di dalam dunia, Roh yang sama pada mulanya “melayang-layang di atas permukaan air”[26] untuk menerbitkan ketertiban dari dalam kekacauan dan yang sampai sekarang masih terus bekerja memperbaharui karunia, berupa kehidupan pada segala makhluk hidup. Perempuan Samaria yang bertanya kepada Yesus, di mana ia dapat menemui Allah, apakah di gunung Sion atau di Gerizim. Tuhan Yesus menjawab bahwa Allah tidak dapat ditempatkan pada suatu tempat karena Allah sendiri mencakup semua titik di dalam dunia ini.

Tuhan Allah harus disembah dalam roh dan tidak bergantung pada suatu tempat. Ia harus disembah dalam kebenaran, dalam pengertian yang benar. Sebab banyak orang yang menyembah dengan pengertian yang salah, misalnya menyembah Allah di Mekkah, Yerusalem ataupun di Roma. Semua tempat didunia ini adalah suci untuk menyembah Allah, hanya harus menyembah dalam roh dan kebenaran. Dan rasul Paulus juga mengatakan bahwa Allah telah menyatakannya oleh Roh dan demikianlah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.[27] Allah adalah Roh, dan perhitungan adalah buatan manusia dan alam yang kelihatan, sulit bila kita membandingkan hal-hal rohani menurut keadaan jasmani yang terbatas.[28]

Tidak hanya itu saja, Alkitab juga mencatat, bahwa Allah bukan hanya Roh saja, dalam Alkitab menunjukkan bahwa Allah hidup, Allah adalah Terang dan Allah adalah Kasih. Semua orang Kristen percaya bahwa Allah ada tetapi lebih lagi orang Kristen harus tahu bahwa Allah hidup.[29] Yesus sendiri juga mengatakannya “Akulah jalan, kebenaran da hidup.”[30] Rasul Yohanes juga memberi kesaksian tentang Yesus Kristus sebagai perkataan Allah, “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.”[31] Rasul Paulus mengatakan tentang Yesus Kristus demikian, “Roh yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut”[32] Hanya dengan iman yang benar kepada Yesus Kristus kita secara pribadi dapat membuktikan bahwa Allah itu ada. Dari segala yang ada di dunia ini, kita dapat melihat begitu luar biasanya Allah yang empunya segalanya. Termasuk manusia sendiri yang adalah ciptaan Allah. Sebuah ciptaan harus mengenal Allah yang menciptakannya, seperti yang ditulis dalam Injil Yohanes, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Kau utus.”[33] Hanya melalui iman kepada Yesus Kristus kita dapat melihat Allah.


B.              Menemukan Allah dan keberadaan-Nya.

Kepercayaan naluriah akan adanya Allah merupakan kebenaran pertama, dan secara logis timbul sebelum kepercayaan akan Alkitab. Kepercayaan akan adanya Tuhan sangat diperlukan sepelum kita mencari keberadaan Tuhan.Seperti dalam pembahasan sebelumnya, hanya dalam roh kita dapat menemukan Allah. Hanya dalam kekudusan hati kita dapat melihat Allah, seperti ditulis dalam Injil Matius, ”Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.”[34] Allah tidak dibatasi oleh ruang, waktu maupun jarak. Allah ada dimana saja dan kapan saja, seperti ditulis oleh nabi Yesaya, “Beginilah Firman Tuhan: Langit adalah tahta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku.”[35] Banyak orang percaya keberadaan Allah tidak diragukan, tetapi keberadaan-Nya diabadikan dalam, dan dipelihara oleh bahasa agama itu.[36] Salah satu pengalaman penulis sendiri dapat merasakan kehadiran Tuhan yaitu ketika melayani orang yang kerasukan setan atau saat pelayanan eksorsisme dan okultisme.[37]

Memang pada dasarnya manusia adalah lemah dan tidak akan menang jika menghadapi setan atau roh-roh jahat tanpa ada kekuatan atau urapan Tuhan. Tetapi ketika penulis percaya akan kuasa Tuhan bagi orang-orang yang hidup takut akan Tuhan dan hidup dalam kekudusan (kekudusan hati, pikiran, dan hidup) pasti akan mendapatkan kuasa atau urapan dari Tuhan untuk mengusir setan.[38] Dari pengalaman pelayanan seperti itu penulis dapat merasakan kehadiran Tuhan, merasakan kuasa dan urapan Tuhan. Tuhan ada dimana-mana karena Tuhan adalah Maha hadir dan Maha kuasa. Tetapi setan tidak ada dimana-mana karena setan tidak maha hadir dan maha kuasa.


C.              Pengetahuan Tentang Allah yang Didasari Oleh Logika Manusia

Akal manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan. Banyak hal yang berusaha dicari kebenarannya. Tetapi terkadang pemahaman manusia juga menimbulkan kesesatan dalam mengambil sebuah pemahaman. Dalam mencari sebuah kebenaran, seorang ahli akan mencari bukti yang dapat membuktikan kebenaran dari obyek yang sedang diteliti. Bukti yang logis dan masuk akal, itulah yang dapat diterima secara universal. Salah satu obyek yan sampai saat ini masih berusaha untuk ditemukan kebenarannya adalah tentang Allah sendiri Sang Pencipta jagad raya ini. Seperti pembahasan sebelumnya, memberikan beberapa ahli filsuf yang mengartikan siapa sebernarnya Allah itu menurut pemahaman mereka sendiri. Pemahaman mereka didasari oleh logika mereka bukan dasar alkitabiah. Tetapi penulis tidak menyalahkan pemahaman mereka, karena pada dasarnya logika sendiri adalah ilmu tentang argumentasi, dan itu adalah argumentasi mereka. Kita mungkin memiliki argumentasi sendiri tetapi argumentasi kita juga belum tentu benar.

Jadi tidak salah jika manusia berusaha mencari pengetahuan tentang Allah dengan akal, itu adalah sebuah usaha. Sekalipun Tuhan jauh dari apa yang kita pikirkan. Perbedaan yang sangat jauh antara Antara Allah dengan manusia. Alkitab mengajukan pertanyaan tentang siapa manusia, “Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, dan anak mausia sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat.”[39] Angin, bayangan yang lewat, debu, rumput dan bunga padang, semuanya itu adalah lambang-lambang kerapuhan dan kefanaan manusia, sangat jauh dibandingkan dengan Allah yang Kekal dan Maha Kuasa. Bahkan Firman Tuhan mengatakan bahwa “manusia tidak dapat menyelami pekerjaan Tuhan.”[40] Sudah difirmankan bahwa bagaimanapun manusia berusaha mencari tahu tentang Allah, pasti tidak akan menemukannya. Manusia terbatas, sedangkan Allah adalah kekal dan tidak terbatas. Pemikiran manusia tidak selalu benar. Manusia boleh memiliki banyak argumentasi tentang Allah, mungkin didasari dari ilmu pengetahuan ataupun dari pengalaman supranatural. Tetapi kembali lagi, bagaimanapun usaha manusia untuk mengetahui tentang Allah dengan logikanya pasti tidak akan dapat menunjukkan bukti yang benar-benar pasti.

Memang Allah ada, dapat berbicara dengan manusia tetapi tidak pernah secara langsung Allah menunjukkan diri-Nya kepada manusia,[41] mungkin hanya sebuah imajinasi atau fantasi seseorang ketika orang tersebut mengatakan bahwa dia telah melihat Tuhan tetapi tidak dapat disangkali ketika ada orang yang mengatakan bahwa diamendengar suara Tuhan, hanya perlu dibuktikan kebenarannya. Di antara Sang Pencipta dan apa yang diciptakan terdapat perbedaan mutlak yang tidak boleh dikaburkan dengan pemahaman akal manusia. Tidak ada satu pun di dunia ini yang memadai untuk mewakili Allah, yang berada di luar akal manusia dan melampaui dunia, karena Dia, yang adalah sumber dari keberadaan dunia itu sendiri.[42] Memang manusia diberi akal oleh Allah tidak seperti makhluk ciptaanNya yang lain dan Tuhan sudah tahu bahwa suatu saat manusia akan lebih dikuasai dan percaya kepada akal pikirannya sendiri dari pada iman kepada Allah yang hidup.



D.             Allah Harus Menjadi Titik Tolak Utama dalam Berteologi.

Allah harus menjadi titik tolak utama dalam berteologi, mengapa? Karena Allah adalah obyek adikodrati yang dipelajari oleh ilmu teologi atau ilmu tentang Allah. Bagaimana mungkin jika seseorang yang ingin mempelajari tentang Allah, tetapi mempelajari dari obyek yang kodrati, sedangkan adikodrati sangat berbeda dengan kodrati. Sudah jelas bahwa untuk berteologi kita harus bertolak dari Allah.

Mempelajari tentang Allah, keberadaanNya, kehidupanNya dan lain sebagainya yang berhubungan secara langsung dengan Allah. Penulis mengambil contoh, ketika kita ingin mengenal si “A” masakan kita dapat mengenal si “A” tersebut dari si “C” yang sama sekali tidak mengenal dan tidak tahu siapa si “A”. Mungkin kita dapat mengenal si “A” dari teman dekatnya sebut saja si “B”. Tetapi apakah si “B” benar-banar tahu siapa si A“, pasti si “B” tidak tahu semua tentang si “A”. Jelas jika kita ingin mengenal si “A”, maka kita harus secara langsung dekat dengan si “A”, tidak melalui si “B” maupun si “C”. Seperti itu juga halnya ketika kita ingin mengenal Allah, harus secara langsung kita menjalin hubungan dengan Allah. Melalui siapa kita dapat menjalin hubungan dengan Allah? Yaitu dengan Roh Kudus yang Tuhan berikan kepada orang-orang yang percaya kepadaNya.

Manusia dapat belajar tentang Allah melalui Alkitab karena Alkitab sendiri adalah wahyu Allah. Tetapi tidak semua orang dapat mengerti atau bahkan mengenal Allah melalui alkitab jika tidak ada penerangan dari pada Roh Kudus. Salah satu syarat seseorang untuk berteologi yaitu harus hidup dipimpin Roh Kudus. Tanpa Roh Kudus pasti kita akan salah dalam berteologi dan akhirnya akan menjadi penyesat-penyesat yang menyimpang dari kebenaran Allah. Harus mengenal secara pribadi dahulu baru kemudian kita belajar.







 PENUTUP



A.             Kesimpulan

Allah sebagai titik tolak berteologi, merupakan dasar pengetahuan yang sangat penting bagi para hamba-hamba Tuhan, mahasiswa teologi maupun orang-orang Kristen yang secara khusus ingin mempelajari maupun menggali ilmu tentang teologi. Dalam makalah ini penulis menkhususkan Allah sebagai titik tolak berteologi, sekalipun Alkitab sendiri juga dapat menjadi titik tolak dalam berteologi. Namun penulis berusaha menjelaskan hal yang lebih utama dan mendasar sebelum kita belajar teologi, yaitu kita harus mengenal tentang Allah sendiri secara pribadi, pengalaman hidup kita dengan Tuhan dan bagaimana Tuhan bekerja dalam kehidupan kita. Sumber dari segala sumber teologi adalah Allah sendiri. Tidak ada sumber lain yang lebih penting selain dari Allah. Tidak ada dasar atau pondasi yang paling kuat untuk belajar teologi selain Allah yang menjadi dasarnya.

Dalam makalah ini penulis juga sedikit menjelaskan tentang bagaimana mengetahui Allah yang adikodrati, bagaimana menemukan keberadaan Allah yang tidak kasat mata yang dapat diketahui melalui karya dan ciptaanNya, bagaimana membandingkan pengetahuan tentang Allah yang didasari logika manusia. Semua itu penting dan sangat berpengaruh dalam kehidupan orang percaya. Begitu pentingnya pemahaman akan Allah yang benar bagi kita. Pandangan apapun tentang Allah yang kita ikuti akan mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan kita. Membuat dasar yang benar dan kuat sebelum kita membangun, mengenal Allah yang benar dengan pemahaman yang benar sebelum kita belajar lebih lagi tentang teologi.

B.     Saran

Demikian penjelasan yang dapat dipaparkan oleh penulis, karena masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan makalah ini dan mungkin banyak kata atau kalimat atau tanda baca maupun istilah asing yang tidak dapat dimengerti oleh pembaca maupun ada yang menimbulkan kesalahpengertian antara maksud penulis dan maksud pembaca. Maka penulis memohon maaf dan dengan senang hati menerima saran dan kritikan dari pembaca, supaya penulis dapat memperbaiki setiap kesalahan dan menjadi lebih baik lagi dalam penulisan makalah berikutnya.








DAFTAR PUSTAKA



Alkitab Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab Indonesia, 2006.

Brill, J. Wesley. Dasar Yang Teguh. Bandung: Kalam Hidup.

Davidson, Robert. Alkitab Berbicara. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Frame, John M. Doktrin Pengetahuan Tentang Allah 1. Malang: Departemen

Literatur SAAT, 1999.

Frame, John M. Doktrin Pengetahuan Tentang Allah 2. Malang: Departemen

Literatur SAAT, 2004.

Parker, J.I. Tuntunan Praktis Untuk Mengenal Allah. Yogyakarta: Andi,2002.

Riyanto, Armada CM.  dalam   teks  Dialog Filsafat Teologi (DFT)/ Dies Natalis STF 

Driyarkara, 2012

Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Gandum Mas, 1992.

Vardy, Peter. Allah Para Pendahulu Kita. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.

Wikipedia Indonesia.





[1] Atheis adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi, ataupun penolakan terhadap theisme, dalam pengertian yang luas yaitu tidak percaya akan adanya Tuhan ataupun dewa.
[2] Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[3] Ibid
[4] Ibid. (diambil dari B.F. Drewes, Julianus Mojau. 2006. Apa itu Teologi?. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.17.)
[5] Ibid.
[6] John M. Frame, Doktrin Pengetahuan Tentang Allah (Malang:Departemen Literatur SAAT, 1999),  hlm. 130.
[7] Prof. Dr. Armada Riyanto CM.  dalam   teks  Dialog Filsafat Teologi (DFT)/ Dies Natalis STF  Driyarkara, 2012, hlm. 9.
[8] Kejadian 1 : 1
[9] Roma 1 : 19 - 20
[10] Robert Davidson, Alkitab berbicara (Jakarta: BPK Gunung Mulia) Hlm. 8
[11] Ibid,
[12] Ibid.
[13] Ibid. Hlm. 5
[14] J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup) Hlm. 66
[15] Ibid. Hlm. 39.
[16] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Rev Vernon D, Doerksen (Malang: Gandum Mas) Hlm. 35
[17] Ibid. Hlm 36
[18] Ibid.
[19] J.I Packer, Tuntunan Praktis Untuk Mengenal Allah (Yogyakarta: ANDI, 2002) hlm. 8.
[20] Mazmur 14 : 1
[21] Yohanes 14 : 9; Ibrani 3 : 1
[22] Yohanes 1 : 1; 1 : 14; 13 : 13
[23] Yohanes 4 : 24
[24] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Rev Vernon D, Doerksen (Malang: Gandum Mas) Hlm. 36
[25] Robert Davidson, Alkitab berbicara (Jakarta: BPK Gunung Mulia) Hlm. 7
[26] Kejadian 1 : 1
[27] I Korintus 2 : 10-11
[28] J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup) Hlm. 39.
[29] Yohanes 5 : 26
[30] Yohanes 14 : 6
[31] Yohanes 1 : 4
[32] Roma 8 : 2
[33] Yohanes 17 : 3
[34] Matius 5 : 8
[35] Yesaya 66 : 1
[36] Peter Vardy, Allah Para Pendahulu Kita (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992) hlm. 26.
[37] Eksorsisme (dari Bahasa Latin akhir exorcismus, yang berasal dari Bahasa Yunani exorkizein - mendesak) adalah sebuah praktik untuk mengusir setan atau makhluk halus (roh) jahat lainnya dari seseorang atau suatu tempat yang dipercaya sedang kerasukan setan. Okultisme adalah kepercayaan terhadap hal-hal supranatural seperti ilmu sihir. Kata "okultisme" merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, occultism. Kata dasarnya, occult, berasal dari bahasa Latin occultus ('rahasia') dan occulere ('tersembunyi'), yang merujuk kepada 'pengetahuan yang rahasia dan tersembunyi' atau sering disalah-artikan oleh masyarakat umum sebagai 'pengetahuan supranatural'.(Wikipedia Indonesia)
[38] Markus 3 : 15; 16 : 17-18; Matius 10 : 1
[39] Mazmur 144 : 3-4
[40] Ayub 11: 7; Pengkhotbah 3:11; 8:17
[41] Bukti bahwa Allah dapat berbicara langsung kepada manusia adalah didalam Perjajian Lama, para penulis Kitab menuliskan “berfirmanlah Allah” dan itu mmbuktikan bahwa Allah dapat berbicara dengan manusia.
[42] Robert Davidson, Alkitab berbicara (Jakarta: BPK Gunung Mulia) Hlm. 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS

BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS 1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya. Yesus lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataa...