PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Dalam kehidupan orang Kristen baik orang Kristen yang awam tentang teologi
maupun orang-orang yang secara khusus mempelajari ilmu teologi. Misalnya
pendeta, missionaris atau mahasiswa-mahasiswi sekolah teologi harus memiliki
dasar yang kuat dan benar jika ingin mempelajari ilmu teologi karena harus
mengetahui apa dasar atau titik tolak yang harus dipakai untuk berteologi
supaya tidak menimbulkan ajaran yang sesat dan menyimpang dari kebenaran. Dapat
dikatakan ilmu teologi adalah ilmu yang “aneh” dan “rumit”, karena mempelajari
sesuatu yang tidak nyata dan sangat sulit jika memakai logika atau akal manusia.
Bahkan di zaman modern ini banyak orang sudah tidak percaya lagi dengan teologi
maupun Alkitab karena tidak mampu membuktikan keberadaan Allah sendiri dan
mereka lebih memilih menjadi atheis[1]
sehingga apa yang tidak masuk kedalam logika atau akal mereka hanya dianggap
sebagai dongeng atau mitos yang tidak berarti. Oleh karena itu perlu
berhati-hati dalam mempelajarinya.
Ada beberapa cara untuk mempelajari teologi yaitu melalui wahyu Allah
atau yang disebut Alkitab dan cara yang lain yang akan penulis bahas dalam
makalah ini yaitu mempelajari teologi dari Allah sendiri. Kalau dilihat secara
etimologi, arti kata teologi sendiri yaitu berasal dari kata Yunani “Theos (θεος) yang artinya Allah,
Tuhan dan Logos (λογια) yang artinya pikiran, ucapan, perkataan atau
percakapan. Jadi teologi adalah berbicara tentang Allah. Atau dalam arti lain
teologi
adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan
terhadap Allah.[2]
Menurut pakar-pakar teologi, mereka mempunyai pandangan yang berbeda tentang teologi,
diantaranya Anselmus dari Canterbury mendefinisikan bahwa teologi adalah
"iman yang mencari pengertian (fides
quaerens intellectum).". Menurut HL Mencken teologi adalah upaya untuk
menjelaskan hal-hal yang tidak diketahui dalam pengertian-pengertian dari
mereka yang tidak patut mengetahuinya.[3]
Dalam gereja Kristen,
teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah, kemudian artinya menjadi lebih luas,
yaitu membahas keseluruhan ajaran dan praktik Kristen.[4]
Dalam upaya merumuskan apa itu ilmu teologi, maka ada beberapa unsur yang
perlu diperhatikan, yaitu tidak akan ada teologi Kristen tanpa keyakinan bahwa
Allah bertindak atau berfirman secara khusus dalam Yesus Kristus yang menggenapi perjanjian dengan umat
Israel.[5]
John M. Frame juga mengemukakan argumentasinya dan mendefinisikan teologi
sebagai penerapan firman Allah oleh manusia dalam seluruh bidang
kehidupan.[6]
Karena begitu banyak ahli teologi yang berpendapat maka menjadi lebih sukar
lagi jika salah mempelajari tanpa pengetahuan definisi yang baik. Dalam teologi
terdapat banyak unsur filsafat. Dan orang Kristen yang kuat adalah orang
Kristen yang mengerti dan memegang asas pengajaran yang benar. Bila seseorang
ingin diselamatkan, ia harus menyadari bahwa dirinya adalah orang berdosa dan
memerlukan seorang Juruselamat. Jikalau jemaat-jemaat Tuhan tidak mengetahui
kebenaran tentang Allah dan Firman-Nya, maka jemaat itu akan hancur. Pengertian
tentang mengenal Allah dan Firman Allah, selain dasar untuk berteologi tetapi
juga seperti tulang punggung bagi orang Kristen.
B.
RUMUSAN MASALAH
Permasalahan
yang terjadi adalah masalah karena kurangnya pengetahuan tentang Allah dalam
kehidupan orang Kristen
dan kurangnya pemahaman akan pentingnya belajar teologi bagi orang Kristen. Didunia
ini ada berbagai sumber yang menjadi titik tolak dalam mempelajari teologi.
Tetapi dalam makalah ini penulis memfokuskan pembahasan kepada Allah sebagai dasar
titik tolak berteologi. Oleh
sebab itu untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah
ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan dibahas oleh makalah ini
dengan bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana membuktikan Allah?
2. Dimana kita dapat menemukan Allah?
3. Bagaimana jika Pengetahuan tentang Allah didasari Logika
manusia?
4. Mengapa Allah harus menjadi dasar titik tolak utama dalam berteologi?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Dalam penulisan
makalah ini, penulis memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Menjelaskan bagaimana orang Kristen dapat membuktikan Allah.
2. Menjelaskan tentang keberadaan Allah dan dimana orang
Kristen dapat menemukan Allah.
3. Menjelaskan pengetahuan tentang Allah yang didasari
oleh logika manusia.
4. Menjelaskan mengapa Allah harus menjadi dasar titik
tolak utama
dalam berteologi.
PEMBAHASAN
A.
Membuktikan Allah.
Makalah ini tidak bertujuan untuk membahas ataupun memecahkan masalah
tentang apakah Allah itu. Hal itu sangat rumit dan semua tokoh agama maupun
filsuf akan mengatakan bahwa Allah adalah lain daripada manusia dan tidak dapat
mengerti maupun dipahami secara penuh. Eksistensi Allah dari sendirinya
benar adanya dalam kebenaran akal budi manusia. Allah adalah Dia yang
tentangnya tiada sesuatu pun yang lebih besar daripada-Nya yang dapat
dipikirkan.[7]
Membuktikan
keberadaan Allah merupakan hal yang sangat sukar, karena Allah itu sendiri
tidak nyata seperti manusia tetapi Dia ada, meskipun banyak makhluk disebut
sebagai allah oleh manusia, tetapi hanya ada satu Allah yang hidup dan benar,
dan Allah ini sangat berbeda dengan makhluk ciptaan manapun.
Allah tidak bisa dilihat dengan
mata jasmani manusia, karena sejak manusia jatuh dalam dosa maka Allah menjauh dan berpaling dari
manusia, karena Allah adalah kudus. Kita pun tidak kurang bingungnya di dalam
memahami apa yang dikatakan oleh Alkitab mengenai Allah. Tetapi di dalam
Alkitab, karya-karya Allah jelas sekali bagi manusia “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi.”[8]
Paulus sendiri juga menuliskan kepada jemaat Tuhan di Roma “Karena apa yang
dapat mereka ketahui tentang Allah nyata
bagi mereka, sebab Allah telah menytakannya kepada mereka. Sebab apa
yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan
keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dan karya-Nya sejak dunia
diciptakan.”[9] Di
dalam Alkitab kita dapat melihat sukacita di dalam dunia yang diciptakan Tuhan,
sebab dunia yang diciptakannya itu baik adanya. Jika kita memandang dunia dari
sudut ini, yaitu di bawah terang Allah sebagai Penciptanya, memampukan kita
untuk menghindarkan diri dari dua kekeliruan.[10]
Yang pertama adalah, bahwa kita beribadat atau menyembah dunia ini, atau
menganggap Allah tidak lain daripada keseluruhan dari apa yang ada. Itulah yang disebut
pantheisme, yang oleh karena mengaburkan perbedaan diantara manusia dengan
Allah tidk memungkinkan hubungan pribadi diantara manusia dengan Allah.[11]
Yang kedua adalah menganggap Tuhan sebagai “tuan tanah yang sedang bepergian”.[12]
Davidson juga mengatakan bahwa kita tidak menemukan pemikiran, dan jika Allah
berbicara atau berfirman, maka Ia lansung berbicara kepada manusia seperti apa
yang terdapat dalam berbagai adama dan filsafat, bahwa Allah hanya dapat
ditemukan dengan jalan mengundurkan diri dari kungkungan jahat dunia yang
“jasmani” ini menuju pada suatu keberadaaan yang “rohani”.[13]
Tetapi apakah masih juga sampai sekarang ini?.
Tuhan Allah, Allah Trituggal, oleh
kehendak-Nya sendiri, dan untuk kemuliaan-Nya sendiri telah menciptakan alam
semesta tanpa menggunakan sesuatu benda, baik yang kelihatan maupun benda yang
tidak kelihatan.[14] Oleh
sebab itu hanya melalui ciptaan-Nya kita dapat membuktikan bahwa Allah memang
ada. Ciptaan Allah bukan suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu, tetapi
karya Tuhan yang berlangsung terus-menerus. Allah tidak terbatas, sedangkan
manusia sangat terbatas sekali. Tuhan Allah diam di dalam terang yang tidak
dapat dihampiri oleh manusia. Kalau kita mencoba menerangkan keesaan Allah dan
Tritunggal Allah, berarti kita mencoba menjelaskan hal yang tidak terbatas
dengan pikiran dan perkataan yang terbatas, jadi penjelasan itu tidak sempurna.[15]
Tetapi
penulis akan berusaha mencari definisi yang mungkin dapat menjadi gambaran
tentang “Apakah Allah itu?” Beberapa orang baik penulis-penulis teologi maupun
penulis-penulis filsafat memiliki pendapat atau definisi sendiri tentang Allah.
Bagi Plato, Allah merupakan akal abadi, sebab dari semua kebaikan di alam
semesta.[16] Aristoteles
beranggapan bahwa Allah adalah sumber segala keberadaan. Spinoza mendefinisikan
Allah sebagai substansi yang mutlak dan universal, penyebab sejati dari segala
sesuatu dan segala yang ada; dan bukan saja sekedar penyebab segala keberadaan
sehingga setiap benda yang ada merupakan modifikasi Allah saja.[17]
Kant mendefinisikan Allah sebagai Dia, yang lewat pemahaman dan kehendak-Nya,
telah mengadakan alam semesta; Dia yang memiliki semua hak tanpa memiliki
kewajiban; pencipta yang sesungguhnya dari seluruh dunia. Bagi Fichte, Allah
merupakan tatanan moral alam semesta, yang benar-benar bekerja dalam kehidupan.[18]
Itulah beberapa pemahaman-pemahaman tentang Allah yang nonalkitabiah, kita sendiri
sebagai orang Kristen harus memperhatikan pemahaman yang benar tentang Allah
sebelum berteologi. Kualitas keilahiannya yang membuat Allah berbeda dengan
manusia dan menandai perbedaan dan jarak antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya.
Kualitas-kualitasnya seperti keberadaanNya yang tidak diciptakan,
ketidakterbatasan-Nya, kekekalan-Nya, dan sifat-Nya yang tidak pernah berubah,
keperkasaan-Nya, kemahatahuan-Nya, kemahahadiran-Nya, kekudusan-Nya, kasih dan
kemurahan-Nya, kebenaran-Nya, kesetiaan-Nya, kebaikan-Nya, kesabaran-Nya dan
keadilan-Nya.
Jadi, untuk
pertanyaan keempat dalam Katekismus Westminster versi Pendek, “Apakah Allah?”
jawabannya adalah: “Allah adalah Roh, tak terbatas, kekal, dan tak berubah
dalam keberadaan, hikmat, kuasa, kekudusan, keadilan, kebaikan, dan
kebenaran-Nya -satu pernyataan yang Charles Hodge nyatakan sebagai “definisi
yang mungkin merupakan yang terbaik yang pernah dihasilkan tentang Allah”.[19]
Jika kembali kepada Alkitab, pasti tidak ada penulis Alkitab yang mencoba
membuktikan bahwa Allah ada. “Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada
Allah”.[20]
Hanya orang bebal yang percaya bahwa Allah tidak ada.
Tetapi bagi orang
Kristen, kenyataan bahwa Allah itu ada diyakini di dalam hati kita, sebab kita
dapat merasakan persekutuan dengan Allah. Jika kita ingin mendapatkan bukti
bahwa Allah ada, lebih baik kita melihat kepada Tuhan Yesus Kristus. Tuhan
Yesus berkata kepada Filipus, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat
Bapa.”[21]
Yesus Kristus menyatakan Allah kepada kita dan Ia sendiri adalah Allah dan
mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan.[22]
Alkitab sendiri membuktikan bahwa Allah ada, sebab tanpa pertolongan Allah,
manusia tidak mungkin dapat menulis Alkitab.
Rasul Yohanes juga
menuliskan bahwa “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus
menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”[23]
Hegel pun juga beranggapan bahwa Tuhan adalah sepenuhnya roh, namun juga roh
yang tanpa kesadaran sampai roh tersebut menjadi sadar dalam akal dan pemikiran
manusia.[24]Roh
dalam bahasa Ibrani ruakh yang
diterjemahkan “roh”, arti pertamanya adalah “angin”, bukan angin yang
sepoi-sepoi basah, melainkan badai pasir yag bertiup di padang gurun, badai ini
melambangkan kekuatan yang dahsyat dan tak tertahankan.[25]
Roh Allah adalah Allah sendiri yang dengan kuat kuasa sedang bertindak di dalam
dunia, Roh yang sama pada mulanya “melayang-layang di atas permukaan air”[26]
untuk menerbitkan ketertiban dari dalam kekacauan dan yang sampai sekarang
masih terus bekerja memperbaharui karunia, berupa kehidupan pada segala makhluk
hidup. Perempuan Samaria yang bertanya kepada Yesus, di mana ia dapat menemui
Allah, apakah di gunung Sion atau di Gerizim. Tuhan Yesus menjawab bahwa Allah
tidak dapat ditempatkan pada suatu tempat karena Allah sendiri mencakup semua
titik di dalam dunia ini.
Tuhan Allah harus
disembah dalam roh dan tidak bergantung pada suatu tempat. Ia harus disembah
dalam kebenaran, dalam pengertian yang benar. Sebab banyak orang yang menyembah
dengan pengertian yang salah, misalnya menyembah Allah di Mekkah, Yerusalem
ataupun di Roma. Semua tempat didunia ini adalah suci untuk menyembah Allah,
hanya harus menyembah dalam roh dan kebenaran. Dan rasul Paulus juga mengatakan
bahwa Allah telah menyatakannya oleh Roh dan demikianlah tidak ada orang yang
tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.[27]
Allah adalah Roh, dan perhitungan adalah buatan manusia dan alam yang
kelihatan, sulit bila kita membandingkan hal-hal rohani menurut keadaan jasmani
yang terbatas.[28]
Tidak hanya itu
saja, Alkitab juga mencatat, bahwa Allah bukan hanya Roh saja, dalam Alkitab
menunjukkan bahwa Allah hidup, Allah adalah Terang dan Allah adalah Kasih.
Semua orang Kristen percaya bahwa Allah ada tetapi lebih lagi orang Kristen
harus tahu bahwa Allah hidup.[29]
Yesus sendiri juga mengatakannya “Akulah jalan, kebenaran da hidup.”[30]
Rasul Yohanes juga memberi kesaksian tentang Yesus Kristus sebagai perkataan
Allah, “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.”[31]
Rasul Paulus mengatakan tentang Yesus Kristus demikian, “Roh yang memberi hidup
telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut”[32]
Hanya dengan iman yang benar kepada Yesus Kristus kita secara pribadi dapat
membuktikan bahwa Allah itu ada. Dari segala yang ada di dunia ini, kita dapat
melihat begitu luar biasanya Allah yang empunya segalanya. Termasuk manusia
sendiri yang adalah ciptaan Allah. Sebuah ciptaan harus mengenal Allah yang
menciptakannya, seperti yang ditulis dalam Injil Yohanes, “Inilah hidup yang
kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar,
dan mengenal Yesus Kristus yang telah Kau utus.”[33]
Hanya melalui iman kepada Yesus Kristus kita dapat melihat Allah.
B.
Menemukan Allah dan
keberadaan-Nya.
Kepercayaan
naluriah akan adanya Allah merupakan kebenaran pertama, dan secara logis timbul
sebelum kepercayaan akan Alkitab. Kepercayaan akan adanya Tuhan sangat diperlukan
sepelum kita mencari keberadaan Tuhan.Seperti dalam pembahasan sebelumnya,
hanya dalam roh kita dapat menemukan Allah. Hanya dalam kekudusan hati kita
dapat melihat Allah, seperti ditulis dalam Injil Matius, ”Berbahagialah orang
yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.”[34]
Allah tidak dibatasi oleh ruang, waktu maupun jarak. Allah ada dimana saja dan
kapan saja, seperti ditulis oleh nabi Yesaya, “Beginilah Firman Tuhan: Langit
adalah tahta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku.”[35]
Banyak orang percaya keberadaan Allah tidak diragukan, tetapi keberadaan-Nya
diabadikan dalam, dan dipelihara oleh bahasa agama itu.[36]
Salah satu pengalaman penulis sendiri dapat merasakan kehadiran Tuhan yaitu ketika
melayani orang yang kerasukan setan atau saat pelayanan eksorsisme dan
okultisme.[37]
Memang pada
dasarnya manusia adalah lemah dan tidak akan menang jika menghadapi setan atau
roh-roh jahat tanpa ada kekuatan atau urapan Tuhan. Tetapi ketika penulis
percaya akan kuasa Tuhan bagi orang-orang yang hidup takut akan Tuhan dan hidup
dalam kekudusan (kekudusan hati, pikiran, dan hidup) pasti akan mendapatkan
kuasa atau urapan dari Tuhan untuk mengusir setan.[38]
Dari pengalaman pelayanan seperti itu penulis dapat merasakan kehadiran Tuhan,
merasakan kuasa dan urapan Tuhan. Tuhan ada dimana-mana karena Tuhan adalah
Maha hadir dan Maha kuasa. Tetapi setan tidak ada dimana-mana karena setan
tidak maha hadir dan maha kuasa.
C.
Pengetahuan Tentang
Allah yang Didasari Oleh Logika Manusia
Akal manusia tidak
pernah puas dengan pengetahuan. Banyak hal yang berusaha dicari kebenarannya.
Tetapi terkadang pemahaman manusia juga menimbulkan kesesatan dalam mengambil
sebuah pemahaman. Dalam mencari sebuah kebenaran, seorang ahli akan mencari
bukti yang dapat membuktikan kebenaran dari obyek yang sedang diteliti. Bukti
yang logis dan masuk akal, itulah yang dapat diterima secara universal. Salah
satu obyek yan sampai saat ini masih berusaha untuk ditemukan kebenarannya
adalah tentang Allah sendiri Sang Pencipta jagad raya ini. Seperti pembahasan
sebelumnya, memberikan beberapa ahli filsuf yang mengartikan siapa sebernarnya
Allah itu menurut pemahaman mereka sendiri. Pemahaman mereka didasari oleh
logika mereka bukan dasar alkitabiah. Tetapi penulis tidak menyalahkan
pemahaman mereka, karena pada dasarnya logika sendiri adalah ilmu tentang
argumentasi, dan itu adalah argumentasi mereka. Kita mungkin memiliki
argumentasi sendiri tetapi argumentasi kita juga belum tentu benar.
Jadi tidak salah
jika manusia berusaha mencari pengetahuan tentang Allah dengan akal, itu adalah
sebuah usaha. Sekalipun Tuhan jauh dari apa yang kita pikirkan. Perbedaan yang
sangat jauh antara Antara Allah dengan manusia. Alkitab mengajukan pertanyaan
tentang siapa manusia, “Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau
memperhatikannya, dan anak mausia sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia
sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat.”[39]
Angin, bayangan yang lewat, debu, rumput dan bunga padang, semuanya itu adalah
lambang-lambang kerapuhan dan kefanaan manusia, sangat jauh dibandingkan dengan
Allah yang Kekal dan Maha Kuasa. Bahkan Firman Tuhan mengatakan bahwa “manusia
tidak dapat menyelami pekerjaan Tuhan.”[40]
Sudah difirmankan bahwa bagaimanapun manusia berusaha mencari tahu tentang
Allah, pasti tidak akan menemukannya. Manusia terbatas, sedangkan Allah adalah
kekal dan tidak terbatas. Pemikiran manusia tidak selalu benar. Manusia boleh memiliki
banyak argumentasi tentang Allah, mungkin didasari dari ilmu pengetahuan
ataupun dari pengalaman supranatural. Tetapi kembali lagi, bagaimanapun usaha
manusia untuk mengetahui tentang Allah dengan logikanya pasti tidak akan dapat
menunjukkan bukti yang benar-benar pasti.
Memang Allah ada,
dapat berbicara dengan manusia tetapi tidak pernah secara langsung Allah
menunjukkan diri-Nya kepada manusia,[41]
mungkin hanya sebuah imajinasi atau fantasi seseorang ketika orang tersebut
mengatakan bahwa dia telah melihat Tuhan tetapi tidak dapat disangkali ketika
ada orang yang mengatakan bahwa diamendengar suara Tuhan, hanya perlu
dibuktikan kebenarannya. Di antara Sang Pencipta dan apa yang diciptakan
terdapat perbedaan mutlak yang tidak boleh dikaburkan dengan pemahaman akal
manusia. Tidak ada satu pun di dunia ini yang memadai untuk mewakili Allah,
yang berada di luar akal manusia dan melampaui dunia, karena Dia, yang adalah
sumber dari keberadaan dunia itu sendiri.[42]
Memang manusia diberi akal oleh Allah tidak seperti makhluk ciptaanNya yang
lain dan Tuhan sudah tahu bahwa suatu saat manusia akan lebih dikuasai dan
percaya kepada akal pikirannya sendiri dari pada iman kepada Allah yang hidup.
D.
Allah Harus
Menjadi Titik Tolak
Utama dalam Berteologi.
Allah harus
menjadi titik tolak utama dalam berteologi, mengapa? Karena Allah adalah obyek
adikodrati yang dipelajari oleh ilmu teologi atau ilmu tentang Allah. Bagaimana
mungkin jika seseorang yang ingin mempelajari tentang Allah, tetapi mempelajari
dari obyek yang kodrati, sedangkan adikodrati sangat berbeda dengan kodrati.
Sudah jelas bahwa untuk berteologi kita harus bertolak dari Allah.
Mempelajari
tentang Allah, keberadaanNya, kehidupanNya dan lain sebagainya yang berhubungan
secara langsung dengan Allah. Penulis mengambil contoh, ketika kita ingin
mengenal si “A” masakan kita dapat mengenal si “A” tersebut dari si “C” yang
sama sekali tidak mengenal dan tidak tahu siapa si “A”. Mungkin kita dapat
mengenal si “A” dari teman dekatnya sebut saja si “B”. Tetapi apakah si “B”
benar-banar tahu siapa si A“, pasti si “B” tidak tahu semua tentang si “A”.
Jelas jika kita ingin mengenal si “A”, maka kita harus secara langsung dekat
dengan si “A”, tidak melalui si “B” maupun si “C”. Seperti itu juga halnya
ketika kita ingin mengenal Allah, harus secara langsung kita menjalin hubungan
dengan Allah. Melalui siapa kita dapat menjalin hubungan dengan Allah? Yaitu
dengan Roh Kudus yang Tuhan berikan kepada orang-orang yang percaya kepadaNya.
Manusia dapat
belajar tentang Allah melalui Alkitab karena Alkitab sendiri adalah wahyu
Allah. Tetapi tidak semua orang dapat mengerti atau bahkan mengenal Allah
melalui alkitab jika tidak ada penerangan dari pada Roh Kudus. Salah satu
syarat seseorang untuk berteologi yaitu harus hidup dipimpin Roh Kudus. Tanpa
Roh Kudus pasti kita akan salah dalam berteologi dan akhirnya akan menjadi
penyesat-penyesat yang menyimpang dari kebenaran Allah. Harus mengenal secara
pribadi dahulu baru kemudian kita belajar.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Allah sebagai
titik tolak berteologi, merupakan dasar pengetahuan yang sangat penting bagi
para hamba-hamba Tuhan, mahasiswa teologi maupun orang-orang Kristen yang
secara khusus ingin mempelajari maupun menggali ilmu tentang teologi. Dalam
makalah ini penulis menkhususkan Allah sebagai titik tolak berteologi,
sekalipun Alkitab sendiri juga dapat menjadi titik tolak dalam berteologi.
Namun penulis berusaha menjelaskan hal yang lebih utama dan mendasar sebelum
kita belajar teologi, yaitu kita harus mengenal tentang Allah sendiri secara
pribadi, pengalaman hidup kita dengan Tuhan dan bagaimana Tuhan bekerja dalam
kehidupan kita. Sumber dari segala sumber teologi adalah Allah sendiri. Tidak
ada sumber lain yang lebih penting selain dari Allah. Tidak ada dasar atau
pondasi yang paling kuat untuk belajar teologi selain Allah yang menjadi
dasarnya.
Dalam makalah ini
penulis juga sedikit menjelaskan tentang bagaimana mengetahui Allah yang
adikodrati, bagaimana menemukan keberadaan Allah yang tidak kasat mata yang
dapat diketahui melalui karya dan ciptaanNya, bagaimana membandingkan
pengetahuan tentang Allah yang didasari logika manusia. Semua itu penting dan
sangat berpengaruh dalam kehidupan orang percaya. Begitu pentingnya pemahaman
akan Allah yang benar bagi kita. Pandangan apapun tentang Allah yang kita ikuti
akan mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan kita. Membuat dasar yang benar
dan kuat sebelum kita membangun, mengenal Allah yang benar dengan pemahaman
yang benar sebelum kita belajar lebih lagi tentang teologi.
B.
Saran
Demikian
penjelasan yang dapat dipaparkan oleh penulis, karena masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam penulisan makalah ini dan mungkin banyak kata atau kalimat
atau tanda baca maupun istilah asing yang tidak dapat dimengerti oleh pembaca
maupun ada yang menimbulkan kesalahpengertian antara maksud penulis dan maksud
pembaca. Maka penulis memohon maaf dan dengan senang hati menerima saran dan
kritikan dari pembaca, supaya penulis dapat memperbaiki setiap kesalahan dan
menjadi lebih baik lagi dalam penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab
Indonesia, 2006.
Brill,
J. Wesley. Dasar Yang Teguh. Bandung:
Kalam Hidup.
Davidson,
Robert. Alkitab Berbicara. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001.
Frame,
John M. Doktrin Pengetahuan Tentang Allah
1. Malang: Departemen
Literatur
SAAT, 1999.
Frame,
John M. Doktrin Pengetahuan Tentang Allah
2. Malang: Departemen
Literatur
SAAT, 2004.
Parker,
J.I. Tuntunan Praktis Untuk Mengenal
Allah. Yogyakarta: Andi,2002.
Riyanto,
Armada CM. dalam teks Dialog Filsafat Teologi (DFT)/
Dies Natalis STF
Driyarkara,
2012
Thiessen,
Henry C. Teologi Sistematika. Malang:
Gandum Mas, 1992.
Vardy,
Peter. Allah Para Pendahulu Kita.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.
Wikipedia Indonesia.
[1] Atheis adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak
mempercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi, ataupun penolakan terhadap theisme,
dalam pengertian yang luas yaitu tidak percaya akan adanya Tuhan ataupun dewa.
[2] Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
[4] Ibid. (diambil dari B.F. Drewes,
Julianus Mojau. 2006. Apa itu Teologi?. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.17.)
[6] John M. Frame, Doktrin
Pengetahuan Tentang Allah (Malang:Departemen Literatur SAAT, 1999), hlm. 130.
[7] Prof. Dr. Armada Riyanto CM.
dalam teks Dialog Filsafat Teologi (DFT)/ Dies
Natalis STF Driyarkara, 2012, hlm. 9.
[8] Kejadian 1 : 1
[9] Roma 1 : 19 - 20
[10] Robert Davidson, Alkitab berbicara (Jakarta: BPK Gunung
Mulia) Hlm. 8
[11] Ibid,
[12] Ibid.
[13] Ibid. Hlm. 5
[15] Ibid. Hlm. 39.
[16] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Rev Vernon D,
Doerksen (Malang: Gandum Mas) Hlm. 35
[17] Ibid. Hlm 36
[19] J.I Packer, Tuntunan Praktis Untuk Mengenal Allah (Yogyakarta: ANDI, 2002) hlm.
8.
[20] Mazmur 14 : 1
[21] Yohanes 14 : 9; Ibrani 3 : 1
[22] Yohanes 1 : 1; 1 : 14; 13 : 13
[23] Yohanes 4 : 24
[24] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Rev Vernon D,
Doerksen (Malang: Gandum Mas) Hlm. 36
[25] Robert Davidson, Alkitab berbicara (Jakarta: BPK Gunung
Mulia) Hlm. 7
[26] Kejadian 1 : 1
[27] I Korintus 2 : 10-11
[28] J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup)
Hlm. 39.
[29] Yohanes 5 : 26
[30] Yohanes 14 : 6
[31] Yohanes 1 : 4
[32] Roma 8 : 2
[33] Yohanes 17 : 3
[34] Matius 5 : 8
[35] Yesaya 66 : 1
[36] Peter Vardy, Allah Para Pendahulu Kita (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992) hlm.
26.
[37]
Eksorsisme (dari Bahasa Latin
akhir exorcismus, yang berasal dari Bahasa Yunani exorkizein - mendesak)
adalah sebuah praktik untuk mengusir setan atau makhluk halus (roh) jahat
lainnya dari seseorang atau suatu tempat yang dipercaya sedang kerasukan setan.
Okultisme adalah kepercayaan terhadap hal-hal supranatural seperti ilmu sihir. Kata "okultisme"
merupakan terjemahan dari bahasa Inggris,
occultism. Kata dasarnya, occult, berasal dari bahasa Latin occultus ('rahasia')
dan occulere ('tersembunyi'), yang merujuk kepada 'pengetahuan yang
rahasia dan tersembunyi' atau sering disalah-artikan oleh masyarakat umum
sebagai 'pengetahuan supranatural'.(Wikipedia Indonesia)
[38] Markus 3 : 15; 16 : 17-18; Matius
10 : 1
[39] Mazmur 144 : 3-4
[40] Ayub 11: 7; Pengkhotbah 3:11; 8:17
[41] Bukti bahwa Allah dapat berbicara
langsung kepada manusia adalah didalam Perjajian Lama, para penulis Kitab
menuliskan “berfirmanlah Allah” dan itu mmbuktikan bahwa Allah dapat berbicara
dengan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar