Selasa, 19 September 2017

KEPEMIMPINAN RAJA YOSIA


BAB I

PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang

Salah satu faktor maju dan atau mundurnya gereja ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan yang tidak bermutu, akan menghasilkan gereja (jemaat) yang tidak bermutu. Kepemimpinan yang tidak berkembang akan menghasilkan gereja yang tidak berkembang. Akibat dari kekurangan kepemimpinan dalam gereja masa kini telah mendatangkan banyak masalah, khususnya dalam perkembangan gereja. Tidak sedikit denominasi gereja yang dulunya kuat, dibanggakan, dan berkembang, sekarang mengalami kemerosotan yang sangat tajam dalam jumlah keanggotaannya. Bahkan banyak gereja saat ini, tidak berani untuk membuka lahan baru, karena merasa kekurangan pemimpin (para gembala) yang siap, layak, dan memenuhi syarat untuk memimpin dan melayani. 

Sangat ironis sekali, karena tidak sedikit hamba-hamba Tuhan lulusan sekolah-sekolah teologi, tetapi kenyataannya tidak sanggup untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Ini terjadi karena kurangnya kepedulian dari sekolah-sekolah teologi untuk mengajarkan kepemimpinan kepada mahasiswanya. Dan inilah yang terus memotivasi penulis untuk terus belajar dan memperlengkapi diri dengan ilmu kepemimpinan.  Krisis kepemimpinan ini sudah terjadi pada zaman Perjanjian Lama. Firman Tuhan berkata: “Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya.” (Yehezkiel 22:30). Raja Yosia menjadi salah satu raja Yehuda yang memiliki karakter seorang pemimpin, yang patut dijadikan teladan bagi pemimpin-pemimpin lainnya. Dalam makalah ini, penulis secara khusus menjelaskan bagaimana kehidupan dan kepemimpinan raja Yosia yang akhirnya membawa perubahan yang sangat luar biasa bagi Yehuda.

B.  Rumusan Masalah

1.      Bagaimana hubungan raja Yosia dengan Tuhan?

2.      Bagaimana pembaharuan yang dilakukan raja Yosia?



C.  Tujuan Masalah

1.      Menjelaskan hubungan raja Yosia dengan Tuhan.

2.      Menjelaskan pembaharuan yang dilakukan raja Yosia.



BAB II

PEMBAHASAN



A.  Raja Yosia dengan Tuhan

Yosia lahir ketika ayahnya, Amon, berusia 16 tahun dan kakeknya, raja Manasye, masih memerintah di Yerusalem dalam usia 61 tahun. Ibunya ialah Yedida binti Adaya, dari Bozkat. Sewaktu Yosia berusia 6 tahun, raja Manasye (67 tahun) mati dan Amon (22 tahun) menggantikannya menjadi raja. Amon hanya memerintah selama 2 tahun, karena dibunuh di istananya oleh pegawai-pegawainya yang mengadakan persepakatan melawan dia. Tetapi rakyat negeri itu membunuh semua orang yang mengadakan persepakatan melawan raja Amon; dan rakyat negeri itu mengangkat Yosia, anaknya, menjadi raja menggantikan dia. Yosia berumur 8 tahun pada waktu ia menjadi raja (ayat 1).

Dalam Sejarah kerajaan Israel-Yehuda, Yosia merupakan raja yang baik di mata TUHAN dan jujur.[1] Ia termasuk dalam rentetan raja-raja Yehuda yang mendapat penghargaan tertinggi.[2] Bahkan, tingkah laku dan kehidupannya disamakan seperti Daud bapa leluhurnya, tidak menyimpang dari peraturan TUHAN (ayat 2). Ia merupakan penganut theokratis dan ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN.[3] Pemerintahan Yosia ini melakukan reformasi dalam hal keagamaan.[4] Dalam sepanjang kisah raja-raja baik Israel maupun Yehuda, Pemerintahan  Daud menjadi patokan raja yang ideal. Dalam usai muda yaitu delapan tahun, ia sudah dipilih menjadi raja atas Yehuda, menggantikan ayahnya, Amon.

Yosia paham akan situasi kehidupan keagamaan rakyatnya, di mana mereka hidup yang jahat di mata TUHAN. Keberdosaan yang telah diperbuat oleh para raja Yehuda terdahulu juga telah melibatkan seluruh bangsa. Situasi yang demikian mendorongnya untuk membaharui kehidupan Yehuda yang telah jauh berpaling dari TUHAN, bahkan memuncak pada pemerintahan kakeknya, Manasye, sebagai raja yang paling buruk dan jahat dalam keagamaan di mata TUHAN (bdk. 2 Raj 21:1-18).[5]

Yosia memerintahkan untuk memperbaiki rumah TUHAN di Yerusalem dengan menggunakan uang persembahan yang dikumpulkan oleh rakyat (ayat 4-7). Hal ini dibuatnya pada tahun pemerintahannya yang ke delapan belas. Dalam usahanya untuk membaharui hidup yang dimulai dengan renovasi rumah TUHAN, ditemukanlah sebuah Kitab (ayat 8).[6] Penemuan ini merupakan penemuan yang sangat penting, karena menjadi landasan utama bagi Yosia untuk memperbaharui kehidupan Yehuda secara menyeluruh.

Setelah ia mendengarkan isi kitab yang dibacakan oleh Safan paniteranya, dikoyakkannyalah pakaiannya. Yosia menjadi takut akan masa depan Yehuda, di mana penghakiman TUHAN sudah di ambang pintu. Dalam hal ini ia berhadapan dengan dua realita; di satu sisi Yehuda yang telah tidak taat dan di sisi lain kitab Hukum yang isinya mengutuk ketidaktaatan itu dengan malapetaka.

Yosia nampaknya memberi perhatian yang amat penting terhadap kitab yang baru saja ditemukan itu. Setelah didengarnya isi kitab itu, ia berusaha untuk menyelidiki lebih jauh makna yang termaktub dalam kitab itu. Maka ia mengutus beberapa orang untuk menemui seorang Nabiah Hulda,[7] untuk mengetahui nasibnya dan nasib bangsanya (ayat 12-14). Nampaknya besarnya jumlah utusan mengisyaratkan seriusnya situasi saat itu. Hal yang menarik pada bagian ini adalah, Kenabian Hulda. Meskipun ia seorang perempuan, nampaknya tidak mengurangi wibawa dan pengaruhnya sebagai seorang Nabiah, Utusan TUHAN. Karya TUHAN yang ingin dinyatakan lewat nubuat menjadi lebih penting daripada sekedar memandang siapa yang menjadi wakilNya.

Nabiah Hulda bernubuat sesuai dengan Firman TUHAN, yaitu bahwa TUHAN sudah berketetapan untuk menghukum dan menimpakan malapetaka atas Yehuda, seperti apa yang Yosia baca dari kitab itu. Nampaknya ada dua bentuk isi nubuat Hulda. Pertama, adalah kisah panjang kekejian dan kemurtadan yang dibuat para raja Yehuda yang akan melahirkan hukuman (16-17). Tindakan Yehuda yang begitu mudah berpaling kepada allah-allah lain telah melahirkan pelanggaran atas perjanjian yang telah diikat oleh nenek moyang mereka. Tindakan ini melahirkan sakit hati dan Amarah TUHAN, dan sebagai konsekuensi yang ditimbulkan lahirlah Penghukuman TUHAN.

Kedua, nubuat mengenai masa depan Yosia, yang akan selamat dan tidak akan menyaksikan penghukuman (ayat 17-20). Nubuat ini berbanding terbalik dengan isi nubuat sebelumnya yang ditujukan kepada umat Yehuda. Hal ini terjadi, lantaran sikap Yosia yang merendahkan diri dengan sungguh di hadapan TUHAN. Perhatiannya terhadap Kitab perjanjian, penyesalannya yang mendalam dengan mengoyakkan pakaian menandakan kesungguhannya untuk bertobat. Hal inilah yang menyenangkan dan menenangkan hati TUHAN. Pada isi nubuat yang kedua inilah nampak belas kasih TUHAN kepada Yosia.

Pada titik ini muncul pertanyaan, akankah janji-janji (8:19; I Raj 11:36; 15:4) dan kebenaran hidup raja Yosia akan tak berarti berhadapan dengan amarah TUHAN berkaitan dengan penghakiman atas Yehuda? Nampaknya tindakan Yosia sendiri menunjukkan bagaimana masalah ini dapat dipecahkan, meski pembaharuan yang dibuat ini mempunyai kesan semata-mata karena malapetaka penghakiman Tuhan sudah di ambang pintu.

Memang pada kenyataannya Yosia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap rencana hukuman sebagai bentuk murka TUHAN terhadap Yehuda  seperti yang dinubuatkan oleh Hulda. Meski demikian, kebenaran hidup dan iman kepada TUHAN tetap Yosia tunjukkan dengan menanggapi isi kitab Hukum dengan semangat pembaharuan. Hal ini ingin menegaskan ketulusan hati Yosia untuk bertobat dan memohon pengampunan. TUHAN menghargai pertobatan Yosia namun tidak akan menghentikan malapetaka bagi Yehuda sebagai bentuk implisitasi kutukan dalam kitab Hukum ini. Pada bagian ini mulai muncul semacam paradoks yang tidak mudah, di mana pertobatan Yosia seakan hanya berguna bagi dirinya, dan tidak mengubah apa-apa dari masa depan Yehuda.

Setelah mendengar nubuat Hulda, Yosia segera meresponnya dengan tindakan konkret. Hal pertama yang ia buat adalah mengadakan perjanjian dengan TUHAN. Atas inisiatif (atau juga perintah yang memaksa), Yosia dan semua orang hadir, yaitu para imam dan para nabi, baik besar maupun kecil, tua-muda, semua golongan rakyat untuk memperbaharui perjanjian antara mereka dengan TUHAN (pasal 23:1-2a). Hadirnya semua kalangan umat ini mau menegaskan betapa seriusnya usaha Yosia untuk menghadirkan pertobatan dalam diri seluruh warga kerajaannya.

Setelah semua jemaat berkumpul Yosia membacakan Kitab Hukum. Yosia bermaksud untuk mengingatkan mereka pada perintah Musa untuk membacakan perintah itu (pasal 23: 2b bdk. Ul 5: 1; 29:1). Selanjutnya, upacara pembaharuan perjanjian diikat antara Yosia yang didukung umatnya dengan Tuhan, di mana umat berjanji untuk hidup seturut kehendak TUHAN dengan segenap hati,jiwa, dan kekuatannya yang melambangkan kesetiaan baru yang dibuat Yehuda kepada TUHAN (ayat 3). Hal ini menandakan betapa seriusnya usaha Yosia untuk berbalik kepada Tuhan.

Relasi perjanjian ini telah menjadi semacam tanda betapa tinggi rahmat TUHAN pada umat-Nya. Untuk sementara, kemurkaan TUHAN “tertunda”.  Kata “tertunda” berarti tidak dibatalkan, namun demi kebaikan dan iman Yosia sajalah, kemurkaan TUHAN belum terjadi (bdk. 22: 19).

B.  Pembaharuan yang dilakukan raja Yosia

Kesalahan paling fatal di dalam sebuah negara jika rakyat di dalam negara tersebut tidak mengenal hukum (bdk. Amsal 29:18). Tidak cukup rakyat tahu dan menjalankan hukum, pemimpin pun harus sungguh-sungguh menjalankan dan menegakkan hukum. Kecenderungan manusia adalah melihat teladan. Pemimpin dululah yang harus menjalankan hukum sehingga secara otomatis semangat untuk mencintai hukum akan terdistribusikan dengan baik. Setelah mengadakan perjanjian, Yosia bergerak cepat. Ia memerintahkan penghancuran besar-besaran.

Reformasi radikal mulai bergulir dari dalam Bait Allah di Yerusalem sebagai pusat kehidupan religius yang telah dicemarkan.  Semua berhala yang ada di dalamnya disingkirkan, dihancurkan, dibakar sampai habis oleh imam besar Hizkia (ayat 4-14). Apa yang pertama dibakar selanjutnya dilebur menjadi debu, dan dibawa keluar Yerusalem. Warna dan kredibilitas pembaharuan dipertinggi dengan spesifikasi nama-nama dewa seperti Baal dan Asyera, tempat-tempat dan detail-detail bentuk. Usahanya mengumpulkan para imam dari kota-kota Yehuda menajiskan bukit-bukit pengorbanan dari Geba sampai Bersyeba (ayat 8), merupakan tindakan Yosia yang secara paksa dalam rangka menegakkan isi kitab hukum yang baru ditemukan itu, di mana hanya ada satu tempat untuk beribadah (bdk. Ul 12).

Situasi semacam ini menampakkan betapa memalukan “perselingkuhan”[8] yang telah dibuat umat yang dipilih oleh TUHAN sendiri, lewat para penguasa. Pembaharuan radikal ini ingin mengembalikan keadaan Yehuda khususnya Bait Allah di Yerusalem sebelum pemerintahan Manasye kakeknya, dan raja-raja murtad lainnya (ayat 12) dari keadaan keberhalaan menjadi murni dan suci seperti pada pemerintahan raja Salomo. Pembaharuan ini melebihi batas-batas Yehuda hingga mencapai daerah Israel (15-20).

Yang lebih mengerikan adalah “perbuatan sadistik” Yosia dalam melaksanakan pembaharuan, hingga daerah Betel atau di luar Yehuda. Ia menyembelih semua imam di atas mesbah-mesbah yang didirikan pada bukit-bukit pengorbanan dan membakar tulang-tulang manusia di atasnya (ayat 20). Perlukah hal semacam ini? Apa yang dibuat oleh Yosia ini nampaknya adalah sebuah pemenuhan atas nubuat seorang Abdi Allah yang telah diutus untuk bernubuat pada masa pemerintahan raja Yerobeam. Bagian ini merupakan sebuah flashback kisah nubuat kenabian yang pemenuhannya tiga abad sesudahnya. Abdi Allah ini bernubuat bahwa Yosia akan lahir untuk memulihkan hubungan perjanjian yang telah dinodai oleh tingkah-laku perselingkuhan Yehuda dan Israel pada allah-allah lain dengan menghancurkan Mezbah di Betel dan menyembelih para imamnya (bdk 1 Raj 13:2-3).

Usaha selanjutnya adalah merayakan Hari raya Paskah sebagai puncak pembaharuan.[9] Sekarang, Pembaharuan Yosia membuat situasi kehidupan keagamaan umat mencapai titik awal seperti pada pemerintahan Yosua, dengan menetapkan kembali perayaan Paskah seturut yang diperintahkan kitab Hukum Perjanjian. Paskah ini tidak dirayakan di dalam rumah-rumah atau dalam komunitas-komunitas lokal tetapi dipusatkan di Yerusalem. Dengan Pembaharuan ini, Yosia ingin mengingatkan bangsa itu untuk kembali ke akar budaya bangsa (bdk. Kel 12; Bil 9; Ul 16; Yos 5), lambang kemahakuasaan TUHAN membebaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir.

Totalitas pembaharuan Yosia sekali lagi sungguh mengagumkan. Tindakan akhir Yosia sebagai kesimpulan tindakannya adalah mengusir para pemanggil arwah dan roh, peramal, juga terafim, berhala-berhala dan segala dewa kejijikan (ayat 24). Tindakan ini menandaskan secara spesifik dan ketegasan pertobatan dari kejahatan yang dibuat Manasye (21:6) dan mengingatkan sumber dari Inspirasi Yosia. Ia ingin memulihkan keadaan Israel dari noda dosa yang berat yang berpuncak pada diri Mansye pendahulunya dan memurnikannya menjadi hubungan yang penuh kasih dan suci bersama TUHAN.

Berkat usahanya ini, Yosia dipandang sebagai raja yang terbaik yang pernah dimiliki oleh Yehuda (ayat 25). Tidak ada raja Yehuda yang seperti Yosia, yang berbalik kepada TUHAN, dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya, sehingga berkat TUHAN menaunginya. Meski perannya tak dapat disejajarkan peran Daud dan Salomo yang diagungkan sebagai raja terbesar Israel yang masih bersatu, namun usahanya untuk memperbaharui kehidupan religius dan Perayaan Paskah, yang tak pernah lagi dirayakan sejak pemerintahan hakim-hakim dan para raja, baik di Israel maupun di Yehuda, menjadi tanda kesetiaannya kepada TUHAN.



 BAB III

PENUTUP



Dari kisah Pembaharuan Hidup besar-besaran yang dilakukan raja Yosia nampak sebuah benang merah. Benang merah itu adalah sebuah Paradoks antara janji-rahmat TUHAN dengan hukuman atas dosa. Yosia digambarkan hidup dalam paradoks ini.[10] Ketegangan yang tak dapat terpecahkan antar janji rahmat (berkat) TUHAN dan hukuman (kutuk) yang sangat layak diterima oleh Yehuda adalah ketegangan yang mendasari seluruh kisah Raja-raja, dan melalui kisah ini mencapai puncaknya.

Hubungan atau relasi perjanjian dengan TUHAN dalam Kitab Suci ini menyangkut soal kesetiaan dan kepercayaan, terlepas dari adanya hasrat untuk mengharapkan sesuatu sebagai balasan atau adanya ketakutan atas ancaman penghukuman dari TUHAN. Dalam hal ini Yosia menjadi salah satu contoh terbaik dalam Perjanjian Lama, di mana tidak hanya takut akan TUHAN, dan selanjutnya taat kepada-Nya, namun Yosia lebih terdorong oleh hasrat untuk mencintai TUHAN dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budinya (bdk. Ul 6:5; 2 Raj 23:25). Kisah ini mau menegaskan setiap orang untuk tetap bertahan dalam iman dan taat pada Hukum TUHAN dengan segenap hati pula, meski  kita melihat seakan tidak ada harapan lagi untuk mendapat imbalan.

DAFTAR PUSTAKA



Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2016.


Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2006.



Barth, Christop, Theologia Perjanjian Lama 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.

Baxter, J. Sidlow, Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian s/d Ester, Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1989.

Douglas, J.D., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, Jakarta: Bina Kasih, 2008.



Guthrie, Donald, dkk.,  Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian- Ester, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976.



Nelson, Richard, Interpretation First and Second Kings, Louisville: John Knox Press 1987.



Snoek, I. Sejarah Suci, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.







[1] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian s/d Ester (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1989), 334.
[2] Selama 18 tahun Yosia memerintah dengan taat. (Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2016), 786.)
[3] I. Snoek. Sejarah Suci (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), 201.
[4] J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (Jakarta: Bina Kasih, 2008), 626.
[5] Manasye ternyata tidak mencukupi  dengan sinkritisme atau pencampuran agama-agama; umat Allah dibimbingnya dengan sengaja kembali ke tingkat biadab orang Kanaan zaman dahulu kala. (Christop Barth, Theologia Perjanjian Lama 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 135-136.)
[6] Nampaknya kitab ini adalah kitab Hukum perjanjian antara umat dan TUHAN yang isinya sejajar dengan kitab Ul 12-26. Kitab ini mungkin keseluruhan Pentateukh (Kejadian-Ulangan) atau hanya kitab Ulangan saja. (Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2016), 787
[7] Para sarjana cenderung untuk menerima inisebagai laporan yang teliti, sebab adalah hal yang luar biasa bahwa seorang wanita berbicara atas nama Tuhan. (Donald Guthrie, dkk.,  Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian- Ester, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 589.
[8] Istilah ini dipakai karena Israel menduakan hatinya kepada ilah lain selain daripada Allah YHWH.
[9] Donald Guthrie, dkk.,  Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian- Ester (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 590.
[10] Richard Nelson, Interpretation First and Second Kings (Louisville: John Knox Press 1987) 258.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS

BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS 1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya. Yesus lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataa...