BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu faktor maju dan atau
mundurnya gereja ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan yang tidak bermutu,
akan menghasilkan gereja (jemaat) yang tidak bermutu. Kepemimpinan yang tidak
berkembang akan menghasilkan gereja yang tidak berkembang. Akibat dari
kekurangan kepemimpinan dalam gereja masa kini telah mendatangkan banyak
masalah, khususnya dalam perkembangan gereja. Tidak sedikit denominasi gereja
yang dulunya kuat, dibanggakan, dan berkembang, sekarang mengalami kemerosotan
yang sangat tajam dalam jumlah keanggotaannya. Bahkan banyak gereja saat ini,
tidak berani untuk membuka lahan baru, karena merasa kekurangan pemimpin (para
gembala) yang siap, layak, dan memenuhi syarat untuk memimpin dan
melayani.
Sangat ironis sekali, karena tidak
sedikit hamba-hamba Tuhan lulusan sekolah-sekolah teologi, tetapi kenyataannya
tidak sanggup untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Ini terjadi karena
kurangnya kepedulian dari sekolah-sekolah teologi untuk mengajarkan kepemimpinan
kepada mahasiswanya. Dan inilah yang terus memotivasi penulis untuk terus
belajar dan memperlengkapi diri dengan ilmu kepemimpinan. Krisis
kepemimpinan ini sudah terjadi pada zaman Perjanjian Lama. Firman Tuhan
berkata:
“Aku mencari
di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau
mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku
tidak menemuinya.” (Yehezkiel 22:30). Raja Yosia menjadi salah satu raja Yehuda
yang memiliki karakter seorang pemimpin, yang patut dijadikan teladan bagi
pemimpin-pemimpin lainnya. Dalam makalah ini, penulis secara khusus menjelaskan
bagaimana kehidupan dan kepemimpinan raja Yosia yang akhirnya membawa perubahan
yang sangat luar biasa bagi Yehuda.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
hubungan raja Yosia dengan Tuhan?
2.
Bagaimana
pembaharuan yang dilakukan raja Yosia?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Menjelaskan
hubungan raja Yosia dengan Tuhan.
2.
Menjelaskan
pembaharuan yang dilakukan raja Yosia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Raja
Yosia dengan Tuhan
Yosia lahir ketika
ayahnya, Amon, berusia 16 tahun dan kakeknya, raja Manasye, masih memerintah di
Yerusalem dalam usia 61 tahun. Ibunya ialah Yedida binti Adaya, dari Bozkat.
Sewaktu Yosia berusia 6 tahun, raja Manasye (67 tahun) mati dan Amon (22 tahun)
menggantikannya menjadi raja. Amon hanya memerintah selama 2 tahun, karena
dibunuh di istananya oleh pegawai-pegawainya yang mengadakan persepakatan
melawan dia. Tetapi rakyat negeri itu membunuh semua orang yang mengadakan
persepakatan melawan raja Amon; dan rakyat negeri itu mengangkat Yosia,
anaknya, menjadi raja menggantikan dia. Yosia berumur 8 tahun pada waktu ia
menjadi raja (ayat 1).
Dalam Sejarah
kerajaan Israel-Yehuda, Yosia merupakan raja yang baik di mata TUHAN dan jujur.[1] Ia termasuk dalam rentetan
raja-raja Yehuda yang mendapat penghargaan tertinggi.[2] Bahkan, tingkah laku dan
kehidupannya disamakan seperti Daud bapa leluhurnya, tidak menyimpang dari
peraturan TUHAN (ayat 2). Ia merupakan penganut theokratis dan ia melakukan apa yang benar di
mata TUHAN.[3] Pemerintahan Yosia ini melakukan
reformasi dalam hal keagamaan.[4] Dalam sepanjang
kisah raja-raja baik Israel maupun Yehuda, Pemerintahan Daud menjadi
patokan raja yang ideal. Dalam usai muda yaitu delapan tahun, ia sudah dipilih
menjadi raja atas Yehuda, menggantikan ayahnya, Amon.
Yosia paham akan
situasi kehidupan keagamaan rakyatnya, di mana mereka hidup yang jahat di mata
TUHAN. Keberdosaan yang telah diperbuat oleh para raja Yehuda terdahulu juga
telah melibatkan seluruh bangsa. Situasi yang demikian mendorongnya untuk
membaharui kehidupan Yehuda yang telah jauh berpaling dari TUHAN, bahkan
memuncak pada pemerintahan kakeknya, Manasye, sebagai raja yang paling buruk
dan jahat dalam keagamaan di mata TUHAN (bdk. 2 Raj 21:1-18).[5]
Yosia
memerintahkan untuk memperbaiki rumah TUHAN di Yerusalem dengan menggunakan
uang persembahan yang dikumpulkan oleh rakyat (ayat 4-7). Hal ini dibuatnya
pada tahun pemerintahannya yang ke delapan belas. Dalam usahanya untuk
membaharui hidup yang dimulai dengan renovasi rumah TUHAN, ditemukanlah sebuah
Kitab (ayat 8).[6]
Penemuan ini merupakan penemuan yang sangat penting, karena menjadi landasan utama
bagi Yosia untuk memperbaharui kehidupan Yehuda secara menyeluruh.
Setelah ia
mendengarkan isi kitab yang dibacakan oleh Safan paniteranya, dikoyakkannyalah
pakaiannya. Yosia menjadi takut akan masa depan Yehuda, di mana penghakiman
TUHAN sudah di ambang pintu. Dalam hal ini ia berhadapan dengan dua realita; di
satu sisi Yehuda yang telah tidak taat dan di sisi lain kitab Hukum yang isinya
mengutuk ketidaktaatan itu dengan malapetaka.
Yosia nampaknya
memberi perhatian yang amat penting terhadap kitab yang baru saja ditemukan
itu. Setelah didengarnya isi kitab itu, ia berusaha untuk menyelidiki lebih
jauh makna yang termaktub dalam kitab itu. Maka ia mengutus beberapa orang
untuk menemui seorang Nabiah Hulda,[7] untuk mengetahui nasibnya
dan nasib bangsanya (ayat 12-14). Nampaknya besarnya jumlah utusan
mengisyaratkan seriusnya situasi saat itu. Hal yang menarik pada bagian ini
adalah, Kenabian Hulda. Meskipun ia seorang perempuan, nampaknya tidak
mengurangi wibawa dan pengaruhnya sebagai seorang Nabiah, Utusan TUHAN. Karya
TUHAN yang ingin dinyatakan lewat nubuat menjadi lebih penting daripada sekedar
memandang siapa yang menjadi wakilNya.
Nabiah Hulda
bernubuat sesuai dengan Firman TUHAN, yaitu bahwa TUHAN sudah berketetapan
untuk menghukum dan menimpakan malapetaka atas Yehuda, seperti apa yang Yosia
baca dari kitab itu. Nampaknya ada dua bentuk isi nubuat Hulda. Pertama, adalah
kisah panjang kekejian dan kemurtadan yang dibuat para raja Yehuda yang akan
melahirkan hukuman (16-17). Tindakan Yehuda yang begitu mudah berpaling kepada
allah-allah lain telah melahirkan pelanggaran atas perjanjian yang telah diikat
oleh nenek moyang mereka. Tindakan ini melahirkan sakit hati dan Amarah TUHAN,
dan sebagai konsekuensi yang ditimbulkan lahirlah Penghukuman TUHAN.
Kedua, nubuat
mengenai masa depan Yosia, yang akan selamat dan tidak akan menyaksikan
penghukuman (ayat 17-20). Nubuat ini berbanding terbalik dengan isi nubuat
sebelumnya yang ditujukan kepada umat Yehuda. Hal ini terjadi, lantaran sikap
Yosia yang merendahkan diri dengan sungguh di hadapan TUHAN. Perhatiannya
terhadap Kitab perjanjian, penyesalannya yang mendalam dengan mengoyakkan
pakaian menandakan kesungguhannya untuk bertobat. Hal inilah yang menyenangkan
dan menenangkan hati TUHAN. Pada isi nubuat yang kedua inilah nampak belas
kasih TUHAN kepada Yosia.
Pada titik ini
muncul pertanyaan, akankah janji-janji (8:19; I Raj 11:36; 15:4) dan kebenaran
hidup raja Yosia akan tak berarti berhadapan dengan amarah TUHAN berkaitan
dengan penghakiman atas Yehuda? Nampaknya tindakan Yosia sendiri menunjukkan
bagaimana masalah ini dapat dipecahkan, meski pembaharuan yang dibuat ini
mempunyai kesan semata-mata karena malapetaka penghakiman Tuhan sudah di ambang
pintu.
Memang pada
kenyataannya Yosia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap rencana hukuman sebagai
bentuk murka TUHAN terhadap Yehuda seperti yang dinubuatkan oleh Hulda.
Meski demikian, kebenaran hidup dan iman kepada TUHAN tetap Yosia tunjukkan
dengan menanggapi isi kitab Hukum dengan semangat pembaharuan. Hal ini ingin menegaskan
ketulusan hati Yosia untuk bertobat dan memohon pengampunan. TUHAN menghargai
pertobatan Yosia namun tidak akan menghentikan malapetaka bagi Yehuda sebagai
bentuk implisitasi kutukan dalam kitab Hukum ini. Pada bagian ini mulai muncul semacam
paradoks yang tidak mudah, di mana pertobatan Yosia seakan hanya berguna bagi
dirinya, dan tidak mengubah apa-apa dari masa depan Yehuda.
Setelah mendengar
nubuat Hulda, Yosia segera meresponnya dengan tindakan konkret. Hal pertama
yang ia buat adalah mengadakan perjanjian dengan TUHAN. Atas inisiatif (atau
juga perintah yang memaksa), Yosia dan semua orang hadir, yaitu para imam dan
para nabi, baik besar maupun kecil, tua-muda, semua golongan rakyat untuk
memperbaharui perjanjian antara mereka dengan TUHAN (pasal 23:1-2a). Hadirnya
semua kalangan umat ini mau menegaskan betapa seriusnya usaha Yosia untuk
menghadirkan pertobatan dalam diri seluruh warga kerajaannya.
Setelah semua
jemaat berkumpul Yosia membacakan Kitab Hukum. Yosia bermaksud untuk mengingatkan
mereka pada perintah Musa untuk membacakan perintah itu (pasal 23: 2b bdk. Ul
5: 1; 29:1). Selanjutnya, upacara pembaharuan perjanjian diikat antara Yosia
yang didukung umatnya dengan Tuhan, di mana umat berjanji untuk hidup seturut
kehendak TUHAN dengan segenap hati,jiwa, dan kekuatannya yang melambangkan
kesetiaan baru yang dibuat Yehuda kepada TUHAN (ayat 3). Hal ini menandakan
betapa seriusnya usaha Yosia untuk berbalik kepada Tuhan.
Relasi perjanjian
ini telah menjadi semacam tanda betapa tinggi rahmat TUHAN pada umat-Nya. Untuk
sementara, kemurkaan TUHAN “tertunda”. Kata “tertunda” berarti tidak
dibatalkan, namun demi kebaikan dan iman Yosia sajalah, kemurkaan TUHAN belum
terjadi (bdk. 22: 19).
B.
Pembaharuan
yang dilakukan raja Yosia
Kesalahan paling fatal di dalam
sebuah negara jika rakyat di dalam negara tersebut tidak mengenal hukum (bdk.
Amsal 29:18). Tidak cukup rakyat tahu dan menjalankan hukum, pemimpin pun
harus sungguh-sungguh menjalankan dan menegakkan hukum. Kecenderungan manusia
adalah melihat teladan. Pemimpin dululah yang harus menjalankan hukum
sehingga secara otomatis semangat untuk mencintai hukum akan terdistribusikan
dengan baik. Setelah
mengadakan perjanjian, Yosia bergerak cepat. Ia memerintahkan penghancuran
besar-besaran.
Reformasi radikal
mulai bergulir dari dalam Bait Allah di Yerusalem sebagai pusat kehidupan
religius yang telah dicemarkan. Semua berhala yang ada di dalamnya
disingkirkan, dihancurkan, dibakar sampai habis oleh imam besar Hizkia (ayat
4-14). Apa yang pertama dibakar selanjutnya dilebur menjadi debu, dan dibawa
keluar Yerusalem. Warna dan kredibilitas pembaharuan dipertinggi dengan
spesifikasi nama-nama dewa seperti Baal dan Asyera, tempat-tempat dan
detail-detail bentuk. Usahanya mengumpulkan para imam dari kota-kota Yehuda
menajiskan bukit-bukit pengorbanan dari Geba sampai Bersyeba (ayat 8),
merupakan tindakan Yosia yang secara paksa dalam rangka menegakkan isi kitab
hukum yang baru ditemukan itu, di mana hanya ada satu tempat untuk beribadah (bdk.
Ul 12).
Situasi semacam
ini menampakkan betapa memalukan “perselingkuhan”[8] yang telah dibuat umat
yang dipilih oleh TUHAN sendiri, lewat para penguasa. Pembaharuan radikal ini
ingin mengembalikan keadaan Yehuda khususnya Bait Allah di Yerusalem sebelum
pemerintahan Manasye kakeknya, dan raja-raja murtad lainnya (ayat 12) dari
keadaan keberhalaan menjadi murni dan suci seperti pada pemerintahan raja
Salomo. Pembaharuan ini melebihi batas-batas Yehuda hingga mencapai daerah
Israel (15-20).
Yang lebih mengerikan
adalah “perbuatan sadistik” Yosia dalam melaksanakan pembaharuan, hingga daerah
Betel atau di luar Yehuda. Ia menyembelih semua imam di atas mesbah-mesbah yang
didirikan pada bukit-bukit pengorbanan dan membakar tulang-tulang manusia di
atasnya (ayat 20). Perlukah hal semacam ini? Apa yang dibuat oleh Yosia ini
nampaknya adalah sebuah pemenuhan atas nubuat seorang Abdi Allah yang telah
diutus untuk bernubuat pada masa pemerintahan raja Yerobeam. Bagian ini
merupakan sebuah flashback kisah nubuat kenabian yang pemenuhannya
tiga abad sesudahnya. Abdi Allah ini bernubuat bahwa Yosia akan lahir untuk
memulihkan hubungan perjanjian yang telah dinodai oleh tingkah-laku
perselingkuhan Yehuda dan Israel pada allah-allah lain dengan menghancurkan
Mezbah di Betel dan menyembelih para imamnya (bdk 1 Raj 13:2-3).
Usaha selanjutnya
adalah merayakan Hari raya Paskah sebagai puncak pembaharuan.[9] Sekarang, Pembaharuan
Yosia membuat situasi kehidupan keagamaan umat mencapai titik awal seperti pada
pemerintahan Yosua, dengan menetapkan kembali perayaan Paskah seturut yang
diperintahkan kitab Hukum Perjanjian. Paskah ini tidak dirayakan di dalam
rumah-rumah atau dalam komunitas-komunitas lokal tetapi dipusatkan di
Yerusalem. Dengan Pembaharuan ini, Yosia ingin mengingatkan bangsa itu untuk
kembali ke akar budaya bangsa (bdk. Kel 12; Bil 9; Ul 16; Yos 5), lambang
kemahakuasaan TUHAN membebaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir.
Totalitas
pembaharuan Yosia sekali lagi sungguh mengagumkan. Tindakan akhir Yosia sebagai
kesimpulan tindakannya adalah mengusir para pemanggil arwah dan roh, peramal,
juga terafim, berhala-berhala dan segala dewa kejijikan (ayat 24). Tindakan ini
menandaskan secara spesifik dan ketegasan pertobatan dari kejahatan yang dibuat
Manasye (21:6) dan mengingatkan sumber dari Inspirasi Yosia. Ia ingin
memulihkan keadaan Israel dari noda dosa yang berat yang berpuncak pada diri
Mansye pendahulunya dan memurnikannya menjadi hubungan yang penuh kasih dan
suci bersama TUHAN.
Berkat usahanya
ini, Yosia dipandang sebagai raja yang terbaik yang pernah dimiliki oleh Yehuda
(ayat 25). Tidak ada raja Yehuda yang seperti Yosia, yang berbalik kepada
TUHAN, dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya, sehingga berkat TUHAN
menaunginya. Meski perannya tak dapat disejajarkan peran Daud dan Salomo yang
diagungkan sebagai raja terbesar Israel yang masih bersatu, namun usahanya
untuk memperbaharui kehidupan religius dan Perayaan Paskah, yang tak pernah
lagi dirayakan sejak pemerintahan hakim-hakim dan para raja, baik di Israel
maupun di Yehuda, menjadi tanda kesetiaannya kepada TUHAN.
BAB III
PENUTUP
Dari kisah
Pembaharuan Hidup besar-besaran yang dilakukan raja Yosia nampak sebuah benang
merah. Benang merah itu adalah sebuah Paradoks antara janji-rahmat TUHAN dengan
hukuman atas dosa. Yosia digambarkan hidup dalam paradoks ini.[10] Ketegangan yang tak dapat
terpecahkan antar janji rahmat (berkat) TUHAN dan hukuman (kutuk) yang sangat
layak diterima oleh Yehuda adalah ketegangan yang mendasari seluruh kisah
Raja-raja, dan melalui kisah ini mencapai puncaknya.
Hubungan atau
relasi perjanjian dengan TUHAN dalam Kitab Suci ini menyangkut soal kesetiaan
dan kepercayaan, terlepas dari adanya hasrat untuk mengharapkan sesuatu sebagai
balasan atau adanya ketakutan atas ancaman penghukuman dari TUHAN. Dalam hal
ini Yosia menjadi salah satu contoh terbaik dalam Perjanjian Lama, di mana
tidak hanya takut akan TUHAN, dan selanjutnya taat kepada-Nya, namun Yosia
lebih terdorong oleh hasrat untuk mencintai TUHAN dengan segenap hati, dengan
segenap jiwa, dan dengan segenap akal budinya (bdk. Ul 6:5; 2 Raj 23:25). Kisah
ini mau menegaskan setiap orang untuk tetap bertahan dalam iman dan taat pada
Hukum TUHAN dengan segenap hati pula, meski kita melihat seakan tidak ada
harapan lagi untuk mendapat imbalan.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Penuntun
Hidup Berkelimpahan,
Malang: Gandum Mas, 2016.
Alkitab, Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2006.
Barth, Christop, Theologia Perjanjian
Lama 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
Baxter,
J. Sidlow, Menggali Isi Alkitab 1
Kejadian s/d Ester, Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1989.
Douglas, J.D., Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II, Jakarta: Bina Kasih, 2008.
Guthrie,
Donald, dkk., Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian- Ester,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976.
Nelson,
Richard, Interpretation First and Second Kings, Louisville: John Knox
Press 1987.
Snoek, I. Sejarah
Suci, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.
[1] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian s/d Ester
(Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1989), 334.
[2] Selama 18 tahun Yosia memerintah
dengan taat. (Alkitab Penuntun Hidup
Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2016), 786.)
[3] I.
Snoek. Sejarah Suci (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1981), 201.
[4] J.D.
Douglas, Ensiklopedi Alkitab
Masa Kini Jilid II (Jakarta: Bina Kasih, 2008), 626.
[5] Manasye
ternyata tidak mencukupi dengan
sinkritisme atau pencampuran agama-agama; umat Allah dibimbingnya dengan
sengaja kembali ke tingkat biadab orang Kanaan zaman dahulu kala. (Christop
Barth, Theologia Perjanjian Lama 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982),
135-136.)
[6] Nampaknya kitab ini adalah kitab
Hukum perjanjian antara umat dan TUHAN yang isinya sejajar dengan kitab Ul
12-26. Kitab ini mungkin keseluruhan Pentateukh (Kejadian-Ulangan) atau hanya
kitab Ulangan saja. (Alkitab Penuntun
Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2016), 787
[7]
Para sarjana cenderung untuk menerima inisebagai laporan yang teliti, sebab
adalah hal yang luar biasa bahwa seorang wanita berbicara atas nama Tuhan. (Donald
Guthrie, dkk., Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian- Ester,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 589.
[8] Istilah ini dipakai karena Israel
menduakan hatinya kepada ilah lain selain daripada Allah YHWH.
[9] Donald
Guthrie, dkk., Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian- Ester
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 590.
[10] Richard Nelson, Interpretation
First and Second Kings (Louisville: John Knox Press 1987) 258.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar