Selasa, 19 September 2017

CREATIO EX NIHILO

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Kapan dan sudah berapa lamakah Tuhan ada? Tuhan sudah ada dengan segala kuasa dan kemuliaan-Nya sebelum segala sesuatu ada. Alkitab mengatakan, “Pada mulanya Allah ….” (Kej. 1:1; Yoh 1:1). Keberadaan-Nya ialah dari kekal sampai kekal. Ia selalu ada, dulu, sekarang dan selama-lamanya. Alkitab mengatakan: “… dari selama-selamanya sampai selama-lamanya, Engkaulah Tuhan.” (Mazmur 90:2) Tuhan Allah, Allah Tritunggal, oleh kehendak-Nya sendiri dan untuk kemuliaan-Nya sendiri telah menciptakan alam semesta (Kejadian 1:1), Di dalam Alkitab Allah dinyatakan sebagai Oknum yang tak terbatas, kekal, ada dengan sendirinya dan menjadi Awal segala sesuatu yang ada. Tidak pernah Allah tidak ada. Sebagaimana ditegaskan oleh Musa, "Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama- lamanya Engkaulah Allah" (Mazmur 90:2).
Dengan kata lain, Allah sudah ada secara kekal dan tidak terbatas sebelum menciptakan alam yang terbatas. Dia berada di atas, tidak bergantung pada dan mendahului segala sesuatu yang tercipta di langit dan di bumi baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Tuhan Allah menciptakan alam semesta tanpa memakai sesuatu benda.[1] Ciptaan Allah merupakan bukti akan kuasa dan kebesaran Allah. Meskipun telah nyata demikian, namun banyak juga manusia yang merasa dirinya pandai, bahkan berani mencela-cela dengan mengatakan mustahil segala benda dapat terwujud dengan tercipta saja, karena mereka berfikir bahwa segala benda itu harus karena sesuatu sebab atau alasan dan harus berpengetahuan. Sejak zaman dahulu manusia telah berusaha memecahkan teka-teki alam semesta ini.  Manusia selalu bertanya, “Apakah alam semesta ini ada senantiasa ataukah alam semsta ini ada permulaannya? Jika ada permulaannya, bagaimanakah dan kapan alam semesta ini mulai terjadi? Ilmu pengetahuan ataupun akal manusia saja tidak sanggup memecahkan masalah ini. Agama-agama kuno lainnya ketika membicarakannya menunjukkan bahwa penciptaan itu dilaksanakan dengan sesuatu yang sudah ada. Mereka melihat sejarah sebagai siklus kejadian yang berulang-ulang terus.[2]

B.     Rumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi adalah masalah karena kurangnya pengetahuan tentang penciptaan alam semesta dan dari mana asal-usul alam semsta ini?  Dalam makalah ini penulis memfokuskan pembahasan kepada pengetahuan penciptaan itu sendiri. Oleh sebab itu untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan dibahas oleh makalah ini dengan bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1.      Apa definisi Creatio Ex nihilo?
2.      Apa tujuan Allah dalam penciptaan?

C.    Tujuan Penelitian

1.      Menjelaskan definisi Creatio Ex nihilo?
2.      Menjelaskan tujuan Allah dalam penciptaan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Penciptaan

Istilah penciptaan, dari kata “menciptakan”, adalah kata kerja Ibrani bara (ברא) yang hanya dipakai bagi penciptaan ilahi, dan tidak pernah digunakan dengan material sebagai pelengkapnya.[3] Merupakan bentuk maskulin, sehingga menyiratkan pelaku adalah seorang laki-laki. Hanya kata kerja bara, asah dan yatsar sajalah yang menggambarkan pekerjaan Allah sebagai sesuatu yang ajaib.[4] Tetapi kata yang paling penting adalah bara. Dalam bahasa latin adalah Ex nihilo nihil fit, artinya adalah: "Ketiadaan munculnya dari ketiadaan." Maksudnya ialah bahwa sesuatu hal harus muncul dari hal yang sudah ada.[5] Ex Nihilo berdasarkan kata-kata Latin ini para peneliti Alkitab biasanya menyatakan keyakinan mereka bahwa Allah tidak memakai bahan yang telah ada sebelumnya untuk menciptakan dunia.[6] Ex nihilo merupakan tindakan “penciptaan” Allah yang bermula dari ketiadaan.[7] Tetapi pendapat lain mengatakan bahwa kata tersebut tidak mengandung pengertian menjadikan sesuatu tanpa bahan sama sekali, sebab kata itu juga dipakai untuk menunjukkan karya providensi.[8] Keunikan bara ditonjolkan sambil dengan tegas memakai untuknya istilah ktizein sebagai kata yang menunjukkan kegiatan berbudi dan berkehendak, sedangkan istilah yang dianjurkan oleh alam pemikiran Yunani, yakni  demiourgein justru dijauhkannya dari pembicaraan tentang Allah karena istilah ini terlalu dikaitkan dengan perbuatan yang bersifat kerja tangan, teknis, bergantung dari materi.[9] Tindakan bara Allah pada awal mula yang disebut dalam Kejadian 1:1 itu dihadapkan pada ayat 2 kekacauan (bahasa Ibrani : tohuwabohu,Yunani : kaos) tunahidup, tunatata, demi untuk memperlihatkan bahwa hanya Allah sajalah yang menciptakan hidup dan keteraturan.[10]
Pernyataan “menciptakan atau menjadikan tanpa bahan sama sekali” tidaklah ditemukan dalam Alkitab. Istilah ini diambil dari Apokrifa, yaitu 2 Ma 7:28. Ungkapan ex nihilio sudah disalah artikan dan di kritik.[11] Sebagian orang bahkan menganggap kata nihilum (tiada satupun) sebagai penunjuk dari sesuatu yang tertentu yang darinya dunia diciptakan, sebagai suatu materi tanpa kualitas dan tanpa bentuk.[12] Masih banyak pendapat dan pandangan, tetapi yang pasti penyebab semuanya itu adalah Allah sendiri atau lebih tepatnya kehendak Allah adalah penyebab dari dunia. Dalam memandang kenyataan bahwa pernyataan “diciptakan tanpa bahan” mungkin sekali membingungkan dan sering sekali disalahpahami, lebih baik berbicara tentang penciptaan tanpa memakai materi yang sudah ada sebelumnya.
Jadi ciri khas penciptaan Allah ialah bahwa Ia menjadikan sesuatu yang tadinya tidak ada. Kedaulatan mutlak Allah atas ciptaan-Nya. Jadi yang hendak ditekankan disini bukanlah perbedaan antara eksistensi dan noneksistensi, melainkan penyingkapan kekuasaan mutlak dan ketiadaan kekuasaan serupa. Ini adalah kuasa yang tak ada bandingannya. Seperti yang dijelaskan Karl Barth (tentang Ayub 26:7): penciptaan ex nihilo menyatakan hal yang hakiki mengenai makhluk Allah itu, yaitu bahwa ia berasal dari Allah dan bukan dari sumber lain dan bahwa ia ada karena Allah.[13]  Clement dan Origen menganggap penciptaan sebagai telah diselesaikan dalam satu waktu tunggal yang tidak terbagi dan memikirkan tentang penjabaran dari hati-hari penciptaan itu sebagai suatu karya yang diselesaikan dalam beberapa hari semata-mata sebagai suatu cara sastra untuk melukiskan asal mula dari segala sesuatu dalam kelayakannya atau dalam hubungan logisnya.[14] Erigena dan Eckhart termasuk perkecualian dalam mengajarkan bahwa dunia asalnya terjadi dari emanasi.[15] Menurut penelitian modern, maksud utama para bapa ini dalam mengemukakan creation ex nihilo, yaitu menekankan bahwa Allah Pencipta alkitabiah adalah satu-satunya yang menjadikan dunia ini dan yang maha kuasa. Tuhan tidak bergantung pada bahan yang sudah tersedia dan tidak memerlukan bantuan.[16]
Aliran Gnostik mengatakan bahwa di dalam dunia ada hasil dari roh-roh yang saling berantagonis.[17] Plato berpendapat bahwa dunia dibuat dari materi yang sudah ada sebelumnya yang kemudian dibentuk oleh Allah.[18]  Kaum Panteisme menganggap dunia sebagai penampakan fenomenal dari Yang Absolut, yang merupakan dasar tersembunyi bagi segala sesuatu.[19]
Titik tolak ajaran itu ialah Ibr 11:3, 'Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah'. Penciptaan dunia oleh Firman Allah, penciptaan sebagai berita kesukaan dan penciptaan sebagai pekerjaan yang sempurna. Ini berarti, bahwa ajaran Alkitab tentang penciptaan didasarkan atas penyataan atau wahyu ilahi, dan dapat dimengerti hanya berdasarkan iman.
Alam semesta dan segala isinya diciptakan hanya oleh Firman Allah yang Mahakuasa. Ia hanya berfirman saja, lalu jadilah semuanya itu. Inilah yg membedakan secara tajam pendekatan Alkitab dengan pendekatan ilmiah. Karya penciptaan, tidak kurang dari rahasia penyelamatan, tertutup bagi manusia dan hanya dapat diamati oleh iman. Dalam Alkitab karya penciptaan dihubungkan dengan ketiga oknum Trinitas: dengan Bapak  (Kej 1:1; Yes 44:24; 45:12; Mzm 33:6); dengan Anak  (Yoh 1:3, 10; Kol 1:16); dan dengan Roh Kudus  (Kej 1:2; Ayb 26:13). Ini tidak berarti bahwa bagian penciptaan yg berbeda-beda itu dihubungkan dengan oknum yg berbeda-beda dalam Trinitas, melainkan bahwa keseluruhan penciptaan itu ialah karya Allah Tritunggal.
Istilah “menciptakan” dipakai dalam dua arti di dalam Alkitab: dalam arti penciptaan langsung dan dalam arti penciptaan tidak langsung.[20] Penciptaan-Nya yang secara langsung merupakan tindakan bebas Allah Tritunggal. Melalui tindakan ini Allah mulai menciptakan segala sesuatu baik yang Nampak maupun yang tidak Nampak untuk menyatakan kemuliaan-Nya sendiri tanpa memakai bahan apapun. Penciptaan tidak langsung adalah tindakan Allah yang tidak bermula dari ketiadaan. Melalui tindakan ini Allah membentuk, menggabungkan, menyesuaikan dan mengubah bahan-bahan yang sudah ada. Allah dapat melakukan semua itu secara tidak langsung melalui sebab-sebab sekunder. Hodge mengatakan, ketika membandingkan penciptaan langsung dan tidak langsung, “Penciptaan langsung terjadi seketika, sedangkan penciptaan tidak langsung terjadi secara bertahap.”[21]
Penciptaan sendiri didefinisikan  sebagai tindakan bebas Allah di mana Ia, sesuai dengan kehendak-Nya yang berdaulat dan demi kemuliaan-Nya sendiri pada mulanya menjadikan keseluruhan alam semesta, baik yang terlihat maupun tidak, tanpa memakai bahan yang telah ada sebelumnya, sehingga menjadikan semuanya ada, yang berbeda dengan diri-Nya dan senantiasa bergantung kepada-Nya.[22] Wollebius juga mendefinisikan bahwa penciptaan adalah tindakan di mana Allah menghasilkan dunia dan semua yang ada di dalamnya, sebagian tanpa bahan dan sebagian dengan bahan yang dengan natur dasarnya tidak cocok, bagi pernyataan kemuliaan kuasa, kebijaksanaan dan kebaikan-Nya.[23]

B.     Tujuan Allah dalam penciptaan
Pertanyaan tentang tujuan Allah menciptakan dunia ini juga sering diperdebatkan. Para filsuf jaman dahulu menekankan bahwa kebaikan Allah menuntun-Nya kepada penciptaan dunia ini. Allah ingin berkomunikasi dengan ciptaan-Nya. Gereja Tuhan Yesus menemukan bahwa tujuan akhir penciptaan yang benar bukannya pada sesuatu yang di luar Allah tetapi dalam diri Allah sendiri.[24] Dalam Perjanjian Lama, ciptaan tidak hanya digambarkan sebagai baik, tetapi juga diperintahkan khusus untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah direncanakan oleh Allah. Allah menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya sendiri. Langit menceritakan kemuliaan ALLAH (Mazmur 19:2). Selain itu, Allah menciptakan alam semesta untuk menerima kemuliaan, “berilah kepada Tuhan kemuliaan nama-Nya” (I Tawarikh 16:29; Mazmur 29:1-2). Alam semesta merupakan hasil karya Allah yang diciptakan dengan tujuan untuk memperlihatkan kemuliaan-Nya. Jadi, meski tujuan akhir penciptaan adalah kemuliaan Allah, tetapi tujuan yang segera ialah bagi manusia.
Mengapa Allah mencipta? Edmond Jacob menjawab karena ia telah menciptakan dunia bagi perjanjian, artinya karena rencana kasih dan penyelamatan bagi manusia melalui Israel.[25] Tujuan tertinggi Allah dalam penciptaan, manifestasi kemuliaan-Nya, mencakup juga kebahagiaan dan keselamatan bagi makhluk ciptaan-Nya, dan penerimaan pujian dari hati yang bersukur dan menyembah. Ciptaan yang menunjukkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dan koperatif. Manusia dan ciptaan bekerja sama untuk menyelesaikan maksud-maksud baik Allah. Seperti yang tertulis dalam Perjanjian Baru bahwa Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah. (Roma 8:28)

BAB III
KESIMPULAN

Creatio ex nihilo adalah suatu tindakan bebas Allah. Allah yang menciptakan alam semesta dan tidak ada bahan di luar Allah yang dari padanya Allah menjadikan langit dan bumi. Ciptaan Allah yang sangat luar biasa bertujuan untuk memperlihatkan kemuliaan-Nya. Oleh karena itu patutlah kita memperlajarinya supaya dapat menyaksikan kemuliaan Allah. Dan supaya kita berusaha memuliakan  Allah melalui ciptaan-Nya. Seperti yang dinasihatkan Paulus, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. (I Korintus 10:31)


DAFTAR PUSTAKA
Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2006.
Barth, C. Theologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.
Berkhof, Louis. Theologi Sistematika Volume 1. Surabaya: Momentum, 2013.
Brill, J. Wesley. Dasar Yang teguh. Bandung: Yayasan Kalam Hidup
Dister, Niko S. Teologi Sistematika 2. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Dyrness, William. Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 1992.
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika. Malang:Gandum Mas, 1993.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kejadian_1:1#bara, diakses tanggal 26 September 2015, pukul 20.16 wib.
https://id.wikiquote.org/wiki/Ex_nihilo_nihil_fit, diakses tanggal 26 September 2015, pukul 20.27 wib.





[1] J. Wesley Brill, Dasar Yang teguh, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup) Hlm. 66
[2] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kejadian_1:1#bara, diakses tanggal 26 Sept. 2016, pukul 20.16 wib.
[3] Akar kata qal dari kata kerja ini dalam Perjanjian Lama hanya dipakai untuk menunjuk kepada kegiatan Allah; tidak pernah manusia dipakai sebagai subyek untuk kata kerja ini. Dikatakan bahwa Allah telah menciptakan “angin” (Amos 4:13), “hati yang tahir” (Mazmur 51:12), serta “langit baru dan bumi baru” (Yesaya 65:17). Kejadian 1 menekankan tiga permulaan yang besar, yang semuanya diprakasai oleh Tuhan (bnd. Ayat 1, 21, 27). Oleh sebab itu tindakan Allah yang kreatif, yang tercermin dalam ayat 1, tidak melibatkan pemakaian bahan yang sudah ada sebelumny; Allah yang berdaulat dan mahakuasa telah menciptakan langit dan bumi dari kenihilan. (Oleh Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1993) Hlm 173. Dikutip dari Davis, Paradise to Prison. Hlm 40-41.)
Kekecualian yang dimaksudkan ialah kata kerja bara “menjadikan”. Di dalam hal ini nampaknya tidak ada “pertukangan” yang menjadi contoh; kitab-kitab Perjanjian Lama memakai kata kerja ini hanya untuk Allah saja (kecuali Pkh 12:1). suatu penelitian khusus oleh P. Humbert (1947) menghasilkan bahwa artinya yang tepat ialah “membuat/ mengerjakan sesuatu yang baru”. Rupanya justru pekerjaan yang sesungguhnya “kreatif” inilah yang hanya dapat dilaksanakan oleh Allah; tetapi untuk manusia berlaku bahwa “tidak ada yang baru dibawah matahari” (Pkh 1:9)! Dari bayangan ciptaan “baru” itu hanya tinggal selangkah kecil saja kea rah bayangan “creation ex nihilo” yang terkenal itu (untuk “penciptaan daripada yang tidak ada”), tetapi besar kemungkinannya bahwa dengan “langkah kecil” tadi, kita sudah diruangan kitab-kitab Perjanjian Lama. Kata kerja ini mengarahkan perhatiannya kepada kebaruan sesuatu, bukan kepada ke-ada-annya atau “eksistensi”nya belaka.
[4] C. Barth, Theologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981) Hlm. 31.
[5] https://id.wikiquote.org/wiki/Ex_nihilo_nihil_fit, diakses tanggal 26 Sept 2016, pukul 20.27 wib.
[6] William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1992) Hlm. 49.
[7] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang:Gandum Mas, 1993) Hlm.171
[8] Lihat Yesaya 45:7; Yeremia 31:22; dan Amos 4:13
[9] Niko S. Dister, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2004) Hlm. Hlm 42.
[10] Ibid. Hlm. 45
[11] Louis Berkhof, Theologi Sistematika, (Surabaya: Momentum, 2013) Hlm. 247.
[12] Ibid.
[13] William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, 1992; Hlm. 50
[14] Louis Berkhof, Theologi Sistematika, 2013; Hlm. 234.
[15] Emanasi adalah pencerahan
[16] Niko S. Dister, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2004) Hlm. Hlm 50-51.
[17] Louis Berkhof, Theologi Sistematika, 2013; Hlm. 245
[18] Ibid.
[19] Ibid. Hlm 246.
[20] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang:Gandum Mas, 1993) Hlm.171.
[21] Ibid. Hlm 172
[22] Louis Berkhof, Teologi Sistematika, 2013; Hlm. 239.
[23] Ibid.
[24] Ibid. Hlm. 253.
[25] William Dyrness, Tema-tema dalam Teologi Perjanjian Lama, 1992; Hlm. 52.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS

BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS 1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya. Yesus lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataa...