BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pertanyaan
yang sering kita dengar adalah mengapa kita perlu menafsirkan atau
menerjemahkan? Apakah tidak cukup hanya dengan membaca kemudian mengaplikasikan
apa yang telah dibaca? Atau memperkirakan kemudian mengambil sebuah kesimpulan?
Tentu saja tidak sesederhana itu, masalahnya apakah yang dimaksud dengan apa
yang kita pahami. Banyak hal yang tidak kita tahu didunia ini sehingga perlu
adanya penafsiran atau penerjemahan. Hal itu terjadi karena ada perbedaan sudut
pandang, baik sudut pandang penulis maupun sudut pandang penafsir, itu pasti
berbeda.
Penafsiran
dan penerjemahan sangat penting, khususnya dalam menafsirkan Alkitab yang sebagai
wahyu dari Allah atau “diilhamkan oleh Allah”[1]
secara langsung kepada manusia yang disampaikan Allah melalui orang-orang
pilihannya untuk menuliskannya. Begitu sukar untuk dimengerti oleh akal pikiran
manusia. Alkitab jauh berbeda dengan buku-buku ilmu pengetahuan atau sains.
Karena ketika kita belajar Alkitab itu berarti kita belajar secara langsung
mengenal Allah, Rasul Yohanes mengatakan bahwa “Firman itu adalah Allah”[2]
dan “Firman itu telah menjadi manusia.”[3]
Begitu banyak orang yang berusaha menafsirkan maksud dan tujuan dari ayat-ayat
Alkitab, tetapi tidak sedikit pula yang menyimpang dari kebenaran sehingga
menjadi ajaran-ajaran yang sesat dan tidak sesuai dengan Firman Allah sendiri.
Penafsiran dan penerjemahan Alkitab yang salah akan menjadi masalah yang besar,
khususnya bagi si penafsir sendiri dan juga bagi orang lain. Apalagi jika
penafsiran itu didasarkan pada logika manusia pasti kebanyakan akan menyimpang
dari maksud ayat itu yang sebenarnya.
Semua
orang bisa menafsirkan dan menerjemahkan ayat-ayat Alkitab tetapi tidak semua
orang mampu dengan baik menafsirkan Alkitab. Penafsiran merupakan dasar paling
penting bagi para teolog-teolog dan hamba-hamba Tuhan. Banyak buku-buku
tafsiran yang dapat menjadi pertimbangan bagi kita, apabila kita akan
menafsirkan bagian-bagian ayat Alkitab. Hal lain dari pentingnya penafsiran
adalah ketika kita membuat bahan untuk berkhotbah, itu harus menjadi perhatian
bagi para pengkhotbah untuk mampu menafsirkan atau menerjemahkan ayat-ayat yang
akan dipakai dalam khotbah supaya tidak menyimpang jauh dari maksud dan tujuan
penulis ayat aslinya.
Kesadaran
bahwa usaha untuk menafsirkan, menerjemahkan, memahami, memberi makna dan
selanjutnya mengkomunikasikan dan mengaplikasikan Alkitab adalah bukan hal yang
sederhana. Harus ada keterlibatan atau partisipasi penafsir untuk berusaha
memahami dan berupaya melakukan proses pendekatan kepada makna sejati itu
sangat penting sekali. Selain itu penafsir harus memperhatikan
landasan-landasan apa saja yang dipakai untuk menafsirkan. Ada banyak hal yang
harus menjadi perhatian bagi penafsir. Rasul Petrus menuliskan dalam suratnya
bahwa, “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab
Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah
nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus
orang-orang berbicara atas nama Allah.”[4]
B.
RUMUSAN
MASALAH
Permasalahan
yang terjadi adalah semakin banyaknya ajaran-ajaran Kristen yang mulai
menyimpang dari kebenaran Alkitab sehingga hal itu memunculkan agama-agama
palsu atau ajaran-ajaran palsu. Untuk itu kita para
hamba-hamba Tuhan khususnya dalam pelayanan harus memiliki pengetahuan atau
kemampuan dalam hal menafsirkan atau menerjemahkan isi Alkitab. Dan untuk
menghindari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
membatasi masalah-masalah yang akan dibahas oleh makalah ini dengan bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1.
Apa
yang menjadi dasar penafsiran dan penerjemahan Alkitab?
2.
Mengapa
penafsiran dan penerjemahan Alkitab itu penting?
3.
Apa
tujuan penafsiran dan penerjemahan Alkitab?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
Dalam penulisan
makalah ini, penulis memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1.
Meneliti
tentang dasar penafsiran dan penerjemahan Alkitab.
2.
Meneliti
pentingnya penafsiran dan penerjemahan Alkitab.
3.
Menjelaskan
apa tujuan dari penafsiran dan penerjemahan Alkitab.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DASAR
PENAFSIRAN DAN PENERJEMAHAN
Manusia
adalah makhluk yang rasional, itu yang membuat manusia tidak pernah berhenti menggali sesuatu yang belum dapat mereka pahami sampai
mereka dapat memahami dan mengerti maksud yang sebenarnya. Rasa ingin tahu
manusia itu yang mendasari munculnya penafsiran-penafsiran dan
penerjemahan-penerjemahan. Banyak orang yang mengambil suatu persepsi secara
pribadi untuk menafsirkan atau menerjemahkan sesuatu. Sebenarnya banyak sekali
obyek yang berusaha ditafsirkan atau diterjemahkan oleh manusia, salah satunya
yaitu menafsirkan tentang Alkitab. Istilah menafsirkan
dalam bahasa modernnya yaitu kata Hermeneutika
yang berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti ‘menafsirkan’,
dan kata benda hermeneia secara
harafiah dapat diartikan sebagai ‘penafsiran’ atau interpretasi.[5]
Tidak
sedikit orang yang tidak percaya bahwa Alkitab adalah wahyu dari Allah. Tetapi
tidak sedikit pula orang yang percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah atau
wahyu Allah. Pedebatan antara dua kubu ini masih ada sampai sekarang. Seringkali
kita juga bertemu dengan seorang yang berkata dengan kita,
“Saudara tidak perlu menafsirkan Alkitab; bacalah saja, dan laksanakan apa yang
dikatakannya.” Biasanya, ucapan seperti itu mencerminkan sanggahan orang awam
terhadap cendikiawan yang profesional, pendeta, pengajar atau guru sekolah
Minggu, yang dengan cara penafsirannya, sepertinya membuat Alkitab seolah-olah
di luar jangkauan pengertian orang-orang yang biasa. Hal itu bagi penulis
adalah benar, seperti yang dikatakan rasul Yohanes, “Aku bersaksi kepada setiap
orang yang mendengar perkataan-perkataan dari nubuat kitab ini: “Jika seorang
menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan
kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau
seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini,
maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus,
seperti yang tertulis di dalam kitab ini.”[6]
Dasar untuk menafsirkan dan menerjemahkan ini sangat
penting karena berkaitan dengan tujuan penafsiran yang menjadi hasil akhirnya.
Tidak sembarangan orang dapat menafsirkan Alkitab, ada syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh penafsir, yaitu: Seorang yang sudah lahir baru, seorang yang
memiliki sikap dan motivasi yang benar, rindu akan Firman Allah, memiliki hati
seorang murid, memiiki Iman, membaca Alkitab dengan tekun dan teliti, bertekad
menjalankan Firman Tuhan, dan selalu memohon penerangan Roh Kudus.[7]
Pada dasarnya hermeneutik berhubungan dengan bahasa.
Kita berpikir melalui bahasa, kita berbicara dan menulis dengan bahasa. Kita
mengerti dan membuat interpretasi dengan bahasa. Setiap kata tidak pernah tidak
bermakna, ungkapan Wilhelm Dilthey.[8]
Hermeneutik adalah cara baru untuk ‘baergaul’ dengan bahasa.[9]
Bahasa menjelmakan kebudayaan manusia. Henri Bergson menyatakan bahwa bila
seseorang memahami bahasa sesuatu Negara, dapat dipastikan ia tidak akan
mungkin benci terhadap Negara itu. Sebab, jika kita mampu memahami suatu
bahasa, kita memahami segala sesuatu.[10]
Pemahaman tentang bahasa juga merupakan salah satu dasar penafsiran dan penerjemahan
yang sangat penting, tanpa pemahaman bahasa yang baik pasti akan menimbulkan
penafsiran yang keliru.
B.
PENTINGNYA
PENAFSIRAN DAN PENERJEMAHAN
Alkitab yang sebagai wahyu Allah yang diinspirasikan
kepada manusia melalui Roh Kudus dan dituliskan dalam bahasa manusia sangat
tidak mudah untuk dimengerti. Mengingat bahwa tanpa Roh Kudus kita tidak akan
dapat menafsirkan Alkitab dengan benar. Karena itu memerlukan penafsiran
sehingga dapat dimengerti apa isi dan maksud daripada tulisan Alkitab. Karena
Alkitab merupakan sumber utama umat Tuhan mengenal Allah, dan Alkitab perlu
dipelajari dengan penafsiran. Namun, fakta menunjukkan bahwa gereja tidak
selalu sepaham dalam penafsiran Alkitab. Penafsiran yang tidak sama
menghasilkan teologi dan denominasi yang tidak sama atau sebaliknya, teologi
dan denominasi yang berbeda memegang penafsiran yang berbeda. Tidak
mengherankan, baik sarjana maupun kaum awam sama-sama sering memperdebatkan
berbagai persoalan mengenai praanggapan, prinsip dan metode.
Tanpa penafsiran yang jelas dan akurat, manusia tidak
berkesempatan mendengar Firman Allah. Mereka tidak dapat mengenal Allah, juga
tidak dapat mengenal identitas dirinya sebagai ciptaan Allah, dan mengetahui
keadaan sesungguhnya. Gereja tidak mungkin menjadi kuat tanpa memahami Alkitab
dengan sungguh-sungguh. Itu sebabnya setiap rohaniwan, bahkan setiap anak Tuhan,
perlu menguasai hermeneutik, demi memahami ajaran Alkitab. Karena setiap
pengikut Kristus membutuhkan makanan rohani yang menumbuhkan kehidupan
rohaninya. Hal itu sama seperti kesehatan tubuh jasmani manusia bergantung pada
makanan yang diterimanya. Mereka yang sudah menjadi pengikut Tuhan, sama
seperti orang non-Kristen, harus memilih dan mengambil keputusan dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi ada perbedaan antara orang Kristen dan
non-Kristen, yaitu orang Kristen boleh bertindak atas petunjuk Tuhan yang
diberikan melalui Firman-Nya. Firman Allah menjadi pelita dan terang dalam
perjalanan mereka.[11]
Dalam upaya melawan berbagai godaan dan dosa, orang
Kristen sangat membutuhkan Firman Allah sebagai senjatanya. Sabda Allah memberi
umat Tuhan kasih, harapan dan kekuatan bahkan dalam keadaan yang paling sulit. Firman
Allah adalah senjata rohani umat Kristen.[12]
Alkitab juga merupakan dasar atau teologi agama Kristen,[13]
tetapi tidak setiap denominasi memiliki teologi yang persis sama. Diantaranya
berkaitan dengan pemikiran yang berbeda,
respon dan kebutuhan umat, pengalaman unik para teolog yang bersangkutan atau penafsiran
yang berbeda. Dari faktor-faktor itulah, penafsiran merupakan faktor yang
paling menentukan. Selain itu penafsiran juga berperan penting dalam pelayanan
berkhotbah. Walaupun pengkhotbah itu pandai berbicara, tanpa penafsiran yang
baik, bukan tidak mungkin dia hanya menyampaikan pandangan pribadinya.
Pelayanan berkhotbah sangat penting karena itu menentukan kemajuan umat Tuhan
dalam hal kerohanian, moral, dan pelayanan. Dengan pelayanan berkhotbah yang
efektif, diharapkan akhirnya jemaat Tuhan dapat bertumbuh menjadi bait Allah
yang kudus.[14]
Alkitab, Kitab Suci orang Kristen, tidak mudah
dimengerti. Melihat banyaknya penulis dan jarak waktu yang panjang membuat
pembaca tidak mengerti apa hubungannya Alkitab dengan zaman sekarang yang
sangat berbeda baik waktu maupun tempat. Berbagai macam sastra dan bentuk
tulisan dan bahasa kuno sangat berbeda dengan keadaan sekarang ini. Semua itu
merangkum kepada sebuah komunikasi dari penulis sampai kepada penerimanya. Itu
membutuhkan penafsiran dan penerjemahan, semua komunikasi membutuhkan
penafsiran.
Alasan yang lebih penting untuk kebutuhan menafsirkan
terletak dalam sifat Firman Tuhan itu sendiri. Menurut sejarah, gereja telah
memahami sifat dasar Firman Tuhan sama seperti gereja memahami oknum Kristus –
pada sesama Alkitabiah mempunyai sifat manusiawi dan ilahi. Sebagaimana
dinyatakan oleh Profesor George Ladd, “Alkitab adalah Firman Allah yang
diberikan di dalam bahasa manusia dalam sejarah.”[15]
Sifat rangkap itulah yang menuntut kita untuk melakukan penafsiran terhadap
Alkitab. Oleh karena Alkitab adalah Firman Allah, maka ia selalu relevan.
Alkitab berbicara kepada seluruh umat manusia, dalam segala zaman, dan dalam
segala kebudayaan. Akan tetapi, karena Allah memilih untuk mengucapkan
Firman-Nya melalui bahasa manusia dalam sejarah, maka setiap bagian dalam
Alkitab juga memiliki keistimewaan historis. Setiap dokumen dibatasi oleh
bahasa, waktu, dan kebudayaan di mana dokumen itu pada mulanya ditulis. Karena
itu, penafsiran dibutuhkan karena ketegangan yang ada diantara relevansi
kekalnya dengan keistimewaan historisnya.
Selain itu, pentingnya hermeneutika yang lain adalah
bahwa Alkitab sebagai karya ilahi-insani, artinya bahwa dituntut keseriussan
untuk memahami maksud Allah dan sebagai karya insani Allah yang berbicara
kepada manusia dengan bahasa manusia dan dalam konteks historis tertentu.
Setiap orang tidak dapat melepaskan diri menafsirkan, alasannya Alkitab tidaak
mencatat segala sesuatu yang ingin kita ketahui dan Alkitab dapat dipahami
dalam berbagai cara bahkan dalam keadaan kontradiksi. Bagi penulis sendiri,
penafsiran memang sangat penting, supaya kita dapat mengerti maksud dan tujan
penulis teks yang sebenarnya menurut konteks aslinya dan merelevansikannya
dalam kehidupan kita sekarang bahkan masa yang akan datang.
C.
TUJUAN
PENAFSIRAN DAN PENERJEMAHAN
Para penafsir dan penerjemah tidak menafsirkan dan
menerjemahkan tanpa alasan maupun tujuan. Menurut Chan Lee La, tujuan hermeneutic secara umum adalah sebagai
cara untuk memahami, sebagai cara untuk memahami suatu pemahaman, dan sebagai
cara untuk mengkritisi pemahaman.[16]
Beberapa tujuan yang lain adalah:
a.
Untuk memahami
Alkitab PL yang ditulis dalam bahasa Ibrani dan PB dalam bahasa Yunani.
b.
Memahami budaya PL
yang ditulis dalam budaya Israel Kuno, Mesapotamia, Mesir, dll, dan PB dalam
budaya Yunani – Romawi.
c.
Untuk
mengungkapkan historis, yang sebagian kitab PL dan semua kitab PB harus
dipahami dalam konteks pergumulan historis yang panjang. Dari Babel- Persia-
Yunani- Romawi.
d.
Pemahaman secara
geografis, pengenalan tentang situasinkhusus Palestina sangat membantu dalam
penafsiran.
Tujuan dari penafsiran tidak
terletak pada keunikan sebuah penafsiran, karena bias saja salah. Penafsiran
yang baik adalah penafsiran yang mampu mengungkapkan dengan jelas makna yang
sesungguhnya dari sebuah teks. Penafsiran yang benar melalui proses dan dengan
aturan-aturan yang jelas, selanjutnya diuji apakah tafsiran tersebut sesuai
dengan konteksnya. Memang setiap penafsir memiliki tujuan-tujuan yang berbeda.
Gordon D. Fee berpendapat bahwa tujuan penafsiran yang baik adalah sederhana,
yaitu menemukan pengertian yang jelas dari teks itu.[17]
Dan factor paling penting yang dapat kita sediakan untuk tugas itu ialah
pikiran sehat yang sudah diterangi Tuhan.
Patokan untuk penafsiran yang
baik ialah bahwa penafsiran itu membuat teks tersebut dapat dimengerti dengan
baik. Oleh karena itu, penafsiran yang tepat akan melegakan pikiran dan
sekaligus menempelak atau mendorong hati. Akan tetapi jikalau penafsiran hanya
bertujuan memberikan pengertian yang jelas, lalu mengapa harus menafsir?
Mengapa tidak hanya membaca? Bukankah pengertian yang jelas itu dating dengan
membaca saja? Dalam satu arti memang benar. Tetapi dalam arti yang lebih tepat,
alasan sedemikian itu bersifat naïf dan tidak realistis karena dua factor,
yaitu sifat pembaca dan sifat Firman Tuhan.
Penulis mendeskripsikan tujuan
penting mengapa kita harus menafsirkan dan menerjemahkan Alkitab, yaitu untuk
mendapatkan arti dan maksud yang sesungguhnya dari teks tersebut. Tujuan-tujuan
itulah yang membuat para penafsir lebih berhati-hati karena yang ditafsirkan
adalah Alkitab, Firman Allah yang tidak memiliki kesalahan karena Firman Tuhan
adalah kebenaran.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi begitu pentingnya penafsiran dan penerjemahan
bagi kita sebagai orang percaya dan khususnya bagi hamba-hamba Tuhan yang
dipersiapkan untuk melayani jemaat Tuhan. Harus mampu menafsirkan isi Alkitab
dan menyampaikan kepada jemaat dengan baik dan menghindari penyimpangan.
Penulis memperingatkan kepada pembaca terhadap penafsiran-penafsiran yang
dianggap sempurna dan tidak ada kekeliruan. Firman Allah memang tidak mungkin
membuat kekeliruan, karena apa yang dikatakannya adalah benar. Tetapi tidak aka
nada Kristen, perorangan, kelompok atau gereja yang pernah dan akan pernah
menjadi penafsir Firman Allah yang sempurna. Penafsiran-penafsiran manusia
adalah bagian dari tradisi dan tradisi menganggap diri sebagai tafsiran Alkitab
itu selalu dapat dilawan berdasarkan Alkitab sendiri.
Meskipun demikian Allah mengatur agar kita dapat
bertumbuh dalam pengertian kita tentang kebenaran dan memelihara kita dari
kesalahtafsiran yang parah. Dia memberikan kita juga guru untuk mengajar kita
dan prinsip untuk membimbing kita. Yaitu Roh Kudus, guru yang senantiasa Tuhan
berikan kepada orang-orang percaya untuk membimbing dan mengajar kita supaya
kita mengerti maksud dan rencana Tuhan dalam kehidupan kita sebagai orang
percaya melalui Alkitab atau Firman Allah. Roh Kudus sendiri yang dapat
menafsirkan apa yang pernah dinyatakan-Nya melalui para penulis Alkitab.
Penafsir terbaik buku mana pun adalah pengarangnya sendiri, sebab dialah satu-satunya
yang tahu apa yang dia ingin katakana. Jadi kitab Allah hanya dapat ditafsirkan
oleh Roh Allah sendiri.
Dengan demikian kini jelas bahwa karya Roh Kudus
mengkomunikasikan kebenaran Allah kepada manusia. Ada dua tahap, yang pertama
dan obyektif adalah “penyataan”, yaitu pembeberan kebenaran dalam Alkitab, yang
kedua dan subyektif disebut “penerangan”, yaitu diteranginya pikiran kita untuk
memahami kebenaran yang dinyatakan Alkitab.[18]
Orang bijak dan pandai yang darinya Allah menyembunyikan diri, adalah orang
yang menyombongkan akalnya; sedangkan orang kecil adalah mereka yang rendah
hati dan tulus. Bukan ketidaktahuan atau kesederhanaan seorang anak kecil yang
Yesus anjurkan, tetapi cara pendekatan mereka yang terbuka, menerima dan tanpa
prasangka. Kepada orang seperti itulah Tuhan akan menyatakan diri-Nya.
B. SARAN
Demikian
penjelasan yang dapat dipaparkan oleh penulis, karena masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam penulisan makalah ini dan mungkin banyak kata atau kalimat
atau tanda baca maupun istilah asing yang tidak dapat dimengerti oleh pembaca
maupun ada yang menimbulkan kesalahpengertian antara maksud penulis dan maksud
pembaca. Maka penulis memohon maaf dan dengan senang hati menerima saran dan
kritikan dari pembaca, supaya penulis dapat memperbaiki setiap kesalahan dan
menjadi lebih baik lagi dalam penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab
Indonesia. 2005.
Fee, Gordon D. dan Stuart, Douglas. Hermeneutik: Bagaimana Menafsirkan Firman
Tuhan
dengan Tepat!. Malang: Gandum
Mas. 1989.
Rumahlatu, Jerry. Hermeneutika
Sepanjang Masa. CV. Cipta Varia Sarana. 2011.
Stott, John R.W. Memahami
Isi Alkitab. Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab. 1993.
Sumaryono, E. Hermeneutik,
Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Susanto, Hasan. Hermeneutik:
Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang: Literatur
SAAT, 2007.
Thiessen,
Henry C. Teologi Sistematika. Malang:
Gandum Mas, 1992.
[1] II Timotius 3:16
[2] Yohanes 1 : 1
[3] Ibid. Ayat 14
[4] II Petrus 1:21-22
[6] Wahyu 22:18-19
21-26.
tepat! (Malang:
Gandum Mas, 1989) 6
tepat! (Malang:
Gandum Mas, 1989) 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar