PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
kehidupan Kristen, khususnya dalam gereja modern ini kita merasakan ada banyak
sekali ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam Firman
Allah. Banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi akhirnya menjadi
bidat-bidat agama atau ajaran-ajaran baru yang mengganggap kepercayaannya benar
padahal menyimpang dari Firman Allah sendiri. Mereka mengaku beragama Kristen
tetapi ajaran yang mereka ajarkan adalah sebatas pemahaman yang salah dari akal
manusia.
Gereja-gereja
diera modern ini harus lebih berhati-hati dalam menerima ajaran dari luar
maupun memberi ajaran kepada jemaatnya. Semua harus kembali kepada sumber
kebenaran yaitu Firman Allah. Salah atau benarnya ajaran, yang menjadi acuan
adalah Firman Allah karena Firman Allah adalah wahyu dari Allah kepada manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi
penelitian dengan beberapa pertanyaan, yaitu:
1.
Mengapa
teologi harus menjadi dasar dalam kehidupan bergereja?
2.
Apa
saja peran teologi dalam kehidupan bergereja?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
alasan mengapa teologi harus menjadi peran dalam kehidupan bergereja.
2.
Mengetahui
apa saja peran teologi dalam kehidupan bergereja.
PEMBAHASAN
A.
Alasan
mengapa teologi harus menjadi dasar dalam kehidupan bergereja.
Teologi yang
secara umum didefinisikan sebagai pengetahuan tentang Allah atau Ilmu yang
mempelajari tentang Tuhan. Kalau kita melihat definisi secara umumnya yang
memfokuskan kepada Tuhan, pasti teologi akan sangat sukar untuk dipahami.
Tetapi sebagai orang kristen khususnya dalam gereja, teologi sangat berperan
penting. Lebih lagi pemimpin-pemimpin gereja, baik pemimpin yang sekarang
maupun calon-calon pemimpin di masa yang akan datang harus benar-benar
menguasai teologi yang benar supaya tidak menjadi sesat dalam memberikan
pengajaran kepada jemaat-jemaat yang dipimpinnya. Gereja sekarang jika ditinjau
lebih dalam, sudah kurang menekankan ajaran tentang Allah, kebanyakan mereka
mengajarkan tentang berkat atau janji-janji Allah saja.
Gereja
bukan kelanjutan sistim yang sudah kuno, Paulus sendiri berbicara tentang
gereja sebagai manusia yang baru,[1] yang terdiri atas
orang-orang Yahudi dan orang-orang yang bukan Yahudi yang percaya. Gereja bukan kelanjutan sinagoge, memang
diakui bahwa antar gereja dengan sinagoge terdapat banyak persamaan yang
mencolok, tetapi perbedaan dari keduanya juga tidak kalah mencolok.[2] Gereja sendiri menurut
Henry Thienssen dapat dipahami dengan dua arti yaitu gereja dalam arti yang
universal dan gereja dalam arti yang lokal.[3] Dalam arti universal
gereja terdiri atas semua orang, yang pada zaman ini, telah dilahirkan kembali
oleh Roh Allah dan oleh Roh yang sama itu telah dibabtiskan menjadi anggota
tubuh Kristus.[4]
Dalam arti lokal, istilah gereja dipakai untuk menunjuk kepada sekelompok
orang-orang percaya yang terkumpul disuatu tempat.[5]
Begitu
dekat dan bahkan tidak dapat dipisahkan antara teologi dengan gereja. Gereja
tidak dapat berdiri sendiri tanpa teologi, seperti dua sisi mata uang. Gereja
memiliki tujuan sebagai untuk memuliakan Allah sedangkan teologi merupakan ilmu
yang mempelajari tentang Allah. Dua-duanya berfokus kepada satu pribadi yaitu
Allah. Tetapi banyak teologi-teologi baru yang muncul pada gereja-gereja
sekarang ini. Banyak gereja yang memiliki perbedaan teologi dan itu sangat
berpengaruh bagi kelangsungan gereja, bahkan dapat menimbulkan perpecahan dalam
gereja. Itu masalah yang dihadapi juga oleh gereja-gereja di era modern ini. Banyaknya
pandangan yang salah tentang teologi membuat masalah yang besar terhadap
gereja-gereja yang ada.
Daniel
J. Adams mengatakan bahwa setengah dari kekristenan masa kini terletak di luar
dari pagar-pagar biara teologi tradisional. Dengan demikian, gereja sudah
menjadi pewartaan yang universal, tetapi secara teologi tetap terbatas menurut
wilayahnya, walaupun ada teologi-teologi yang besar. Hal ini merupakan dilema
yang serius dan kalau kita tidak memecahkan persoalan ini,maka akan merusak
dasar-dasar kita sebagai gereja di dunia.[6] Bangunan teologi masa kini
cenderung untuk memfokuskan pada empat metodologi dasar, yaitu: teologi
sistematika klasik, teologi filosofis, teologi politis dan teologi kontekstual.[7]
B.
Peran-peran
teologi dalam kehidupan bergereja.
Ada beberapa peran yang akan sedikit diuraikan
disini, yaitu
1.
Teologi
sebagai dasar membangun gereja.
Semua orang
percaya tahu bahwa teologi sangat berperan penting dalam kehidupan bergereja. Dan
menjadi dasar utama dalam membangun gereja baik secara universal maupun secara
lokal. Peran teologi yang menjadi dasar bagi pemimpin-pemimpin gereja.
Kehidupan gereja dan kehidupan jemaat harus dibangun oleh dasar teologi yang
kuat. Gereja yang tidak memiliki dasar yang kuat pasti tidak akan dapat
bertahan dan bahkan akhirnya akan terjadi perpecahan. Pemahaman yang benar
dalam gereja sangat penting. Bukan hanya sebagai pengetahuan para pemimpin
gereja, tetapi juga memperkenalkan Allah secara pribadi kepada jemaatNya
melalui pengajaran-pengajaran. Jemaat harus mengenal teologi, bukan hanya untuk
menguatkan iman mereka tetapi menjadi kekuatan untuk menghadapi ajaran-ajaran
yang sesat.
Dilain sisi gereja
bukan hanya sebagai bentuk bangunan mati saja. Tetapi ada gereja yang hidup,
yaitu semua orang percaya adalah gereja-gereja yang hidup, seperti yang dikatakan
Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah
bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”.[8] Jadi bagian ini yang
paling penting, kita sebagai orang percaya sebagai bait Allah yang hidup harus
memiliki dasar teologi yang baik dan benar. Supaya kita tidak mudah di
ombang-ambingkan oleh pengajaran-pengajaran
2.
Teologi
sebagai dasar liturgi gereja
Dalam sebuah
gereja pasti ada peraturan-peraturan dan ada banyak peraturan dalam gereja.
Seperti dalam gereja mula-mula, orang-orang yang percaya memegang teguh suatu
standar doktrin yang pasti,[9] yang berkumpul untuk
mengadakan persekutuan rohani, bersatu dalam doa, melakukan sakramen babtisan,
melaksanakan sakramen Perjamuan Kudus, mencatat anggota-anggota mereka, berhimpun
untuk mengadakan kebaktian umum, serta menyediakan bantuan material bagi
saudara-saudara seiman yang membutuhkan.[10] Selain itu dalam
organisasi gereja ada pejabat-pejabat gereja. Pada awalnya segala sesuatu
diatur dengan sangat sederhana, namun sudah ada dua atau tiga jabatan yang
berbeda dalam gereja saat itu,[11] yaitu:
a.
Gembala,
penatua, penilik jemaat
Ketiga istilah ini menunjuk kepada satu
jabatan dalam Perjanjian Baru. (Kisah 20:17,28; I Petrus 5:1,2; Dalam II
Yohanes 1, III Yohanes 1, dan I Petrus 5:1, baik Yohanes maupun Petrus yang
adalah rasul menyebut diri mereka sendiri sebagai penatua. Sudah pasti, jabatan
penatua ini bukanlah sebuah jabatan yang lebih rendah daripada gembala atau
penilik jemaat[12])
b.
Diaken
Istilah “diaken” berasal dari istilah
Yunani diakonos (Filipi 1:1; I
Timotius 3:8) istilah ini umumnya dipakai dengan arti seorang pelayan (Markus
10:43; Yohanes 2:5). Fungsi diaken dalam Alkitab tidak jelas, tetapi rupanya
pelayanan mereka berkaitan dengan penyaluran bantuan. Para penatua bertanggung
jawab bagi kebutuhan rohani masyarakat orang beriman sedangkan para diaken
terutama mengurus kebutuhan-kebutuhan jasmani mereka.[13]
c.
Diaken
Wanita
Dalam Alkitab jelas bahwa ada beberapa
orang yang menyandang jabatan dalam gereja mula-mula. Febe disebut sebagai
seorang pelayan, maksudnya seorang diaken wanita (Roma 16:1), dan ketika Paulus
membahas soal pejabat-pejabat gereja (I Timotius 3:1-13) Paulus juga menyebut
wanita (ayat 11)
3.
Teologi
sebagai dasar untuk melaksanakan misi dan sasaran gereja
Kita tahu bahwa
tujuan hidup utama manusia adalah memuliakan Allah. Untuk memuliakan Allah
manusia membutuhkan pengenalan tentang Allah. Begitu juga gereja yang merupakan
tempat dimana Allah ada sudah seharusnya menjadi tempat unuk memuliakan Allah.
Untuk mengenal Allah, disinilah peran teologi. Setelah kita mengenal Allah dari
berteologi baru kita memiliki dasar untuk mulai membangun gereja, membangun
jemaat, mendidik anggota-anggota, dan bahkan menjangkau dunia untuk mengenal
Allah.
Seperti rasul
Yohanes menuliskan,”Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu
berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”[14] Seperti yang tertulis dalam Injil yaitu
Amanat Agung Tuhan Yesus untuk kita harus “memberitakan Injil ke seluruh bumi
dan mengajarkan kepada mereka segala sesuatu.”[15] Oleh karena itu, gereja
harus menjalankan program pendidikan dan pelatihan bagi anggota-anggota
jemaatnya, baik muda maupun tua. Gereja harus mengajarkan kebenaran-kebenaran
Tuhan kepada jemaatnya.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Melihat
dari hasil penelitian di atas kami menyimpulkan bahwa hampir semua kegiatan
gereja harus didasari oleh teologi yang benar. Peran teologi sebagai dasar
kehidupan bergereja, teologi sebagai dasar liturgi (peraturan-peraturan)
gereja, dan teologi sebagai dasar untuk melaksanakan visi dan sasaran gereja
sangat besar. Gereja yang masih dapat bertahan sampai saat ini membuktikan
bahwa teologi masih dipertahankan sebagai pondasinya. Oleh karena itu, kita
sebagai calon-calon pemimpin gereja harus belajar banyak dari gereja-gereja
yang sudah ada dan selain dari pada itu kita harus belajar banyak tentang
hubungan teologi dengan kehidupan bergereja.
B.
Saran
Demikian penjelasan yang
dapat dipaparkan oleh kami, karena masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam
penulisan makalah ini dan mungkin banyak kata atau kalimat atau tanda baca
maupun istilah asing yang tidak dapat dimengerti oleh pembaca maupun ada yang
menimbulkan kesalahpengertian antara maksud penulis dan maksud pembaca. Maka
penulis memohon maaf dan dengan senang hati menerima saran dan kritikan dari
pembaca, supaya penulis dapat memperbaiki setiap kesalahan dan menjadi lebih
baik lagi dalam penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab Indonesia
Adams J. Daniel. Theological Method: Four Contemporary Models (Taiwan Journal of
Theology, No 3, 1981)
Thiessen,
Henry C. Teologi Sistematika. Malang:
Gandum Mas, 1992.
[1] Efesus 2
: 15
[2] Henry C.
Thienssen. Teologi Sistematika (Malang:Gandum Mas, 1992) Hlm. 474
[3] Ibid.
Hlm. 476
[4] Ibid.
[5] Ibid. Hlm 478
[6] Ibid. Hlm. 79
[7] Dikutip oleh Daniel J. Adams dari
bukunya Daniel J. Adams. Theological
Method: Four Contemporary Models (Taiwan Journal of Theology, No 3, 1981)
Hlm. 193-205
[8] I Korintus 3 : 16
[9] Kisah Para Rasul 2 : 42
[10] Kisah Para Rasul 2 : 41 - 46
[11] Henry C. Thiennsen. Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas,
1992) Hlm. 491
[12] Ibid.
[13] Ibid. Hlm. 492
[14] Yohanes 15 : 8
[15] Matius 28 :19-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar