Selasa, 19 September 2017

PANGGILAN DAN PENGUTUSAN NABI DALAM PL


BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah

Dalam Perjanjian Lama yang juga menarik adalah peran dari nabi-nabi yang di utus langsung oleh Allah. Allah secara langsung berbicara dengan nabinya. Nabi-nabi sering diperankan sebagai pengajar sehingga seringkali para nabi tersebut dipanggil dengan sebutan Rabi (guru). Selain sebagai pengajar, nabi-nabi dalam perjanjian lama sering ditugaskan Allah untuk menegur raja-raja yang bersalah dan penasehat kepada suatu bangsa. Akan tetapi selain menjadi Rabi dan penegur para Raja, para nabi juga ditugaskan Allah sebagai juru bicara Tuhan.

Melihat bagaimana Allah memanggil dan mengutus para nabi dalam Perjanjian Lama akan memberikan dasar bahwa panggilan dan pengutusan Allah itu sangat mulia. Mereka berbicara atas nama Allah. Allah yang memulai berinisiatif untuk memanggil dan mengutus orang-orang yang dipilih secara khusus menjadi perantara antara diri-Nya dengan manusia. Tugas kenabian sering membawa mereka pada situasi yang sulit, sehingga nabi juga mengeluh Karena tanggung jawab besar yang dituntut dari pewartaan sabda tersebut. Kendatipun demikian, seorang nabi tidak meragukan tugas perutusannya untuk menyampaikan sabda Tuhan tersebut.[1] Israel bukanlah satu-satunya umat beragama yang pernah menyaksikan bangkitnya nabi-nabi. Hampir semua bangsa dan aliran agama mengenal apa yang lazimnya disebut prophetism.[2]

Dengan penulisan ini maka penulis secara khusus akan membahas tentang penyataan Allah, panggilan dan pengutusan para nabi dalam kehidupan bangsa Israel. Dengan mempelajari tentang kenabian dalam Perjanjian Lama, diharapkan setiap orang percaya dapat mengerti dan memahami pentingnya panggilan dan pengutusan sebagai hamba-hamba Tuhan. Sehingga pemahaman ini bisa berdampak kepada kehidupan pribadi maupun kehidupan pelayanan hamba-hamba Tuhan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Allah menyatakan diri-Nya kepada para Nabi dalam Perjanjian Lama?

2.      Bagaimana Allah memanggil para Nabi-Nya dalam Perjanjian Lama?

3.      Bagaimana Allah mengutus para Nabi-Nya sebagai penyambung lidah Allah?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Menjelaskan tentang bagaimana Allah menyatakan diri-Nya kepada para Nabi dalam Perjanjian Lama.

2.      Menjelaskan tentang bagaimana Allah memanggil para Nabi-Nya dalam Perjanjian Lama.

3.      Menjelaskan tentang bagaimana Allah mengutus para Nabi-Nya sebagai penyambung lidah Allah.

BAB II

PEMBAHASAN



A.    Penyataan Allah

Allah dan manusia terpisah karena dosa (Yes. 59:1-2). Karena dosa maka manusia tidak bisa datang kepada Allah dan Allah tidak ingin dating kepada manusia. Tetapi Karena kasih Allah kepada manusia, maka Allah tidak ingin manusia binasa (2 Petrus 3:9). Untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia maka Allah memilih orang-orang tertentu untuk menerima wahyu dari Allah kemudian menyampaikan kepada umat-Nya. Tanpa wahyu Allah, manusia tidak akan pernah memperoleh pengetahuan tentang Allah. Dan kendatipun Allah telah menyatakan diri-Nya secara obyektif, bukanlah pemikiran manusia yang menemukan Allah, akan tetapi justru Tuhanlah yang menunjukkan diri-Nya pada matai man manusia.[3] Allah mengkomunikasikan pengenalan tentang diri-Nya sendiri kepada manusia.

Penyataan Allah melalui wahyu-Nya dibedakan menjadi wahyu umum dan wahyu khusus. Wahyu umum adalah wahyu yang dapat ditemukan di alam sekitar kita, dalam kesadaran manusia, dan dalam pengaturan providensi alam semesta.[4] Sedangkan wahyu khusus adalah wahyu yang berakar pada rencana keselamatan Allah atas manusia, ditujukan kepada manusia sebagai orang berdosa dan dapat dipahami dengan tepat melalui iman, dan mencapai tujuannya yang pasti.[5] Melalui wahyu khusus inilah Allah menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel. Allah menyatakan diri kepada nabi-nabinya. Penyataan Allah merupakan bukti bahwa Allah mengasihi manusia.

Bangkitnya seorang nabi selalu dimulai dengan peristiwa yang menakjubkan. “Allah sendiri menyatakan diri-Nya kepadaku” adalah jawaban yang sudah biasa disampaikan oleh seorang nabi, apabila kewibawaannya disangsikan orang.[6] Unsur kedatangan dan kehadiran Allah selalu mendadak. Allah sendiri memilih saat, tempat dan caranya bagaimana Ia berkenan dating. Ia sendiri yang menetapkan siapa yang hendak dijadikannya nabi. Bukan dari pihak manusia tapi Tuhanlah yang berdaulat dalam menentukan hamba-Nya.[7]

Allah turun dan datang dengan tiba-tiba, serta tak disangka-sangka. Allah menyatakan diri kepada seseorang adalah untuk memperlihatkan sesuatu kepada orang tersebut. Awal kenabian adalah ketika menerima wahyu berupa penglihatan. Melalui penglihatan itu Allah memperdengarkan Firman-Nya dengan berisikan berita yang tegas. Tidak ada penglihatan, tidak ada nabi. Pengalam para nabi mulai denan suatu penglihatan, malah seluruh pengalaman itu terdiri atas suatu penglihatan. Hal-hal yang diperlihatkan itu belum dapat dikatakan mengandung suatu wahyu, tetapi apa yang dinyatakan Allah dengan perkataan-perkataan, itulah inti dan jiwa dari suatu penglihatan.[8] Allah menyatakan diri-Nya serta memperdengarkan firman-Nya kepada seseorang adalah untuk memprakasai salah satu tindakan yang hendak diambil-Nya.

B.     Panggilan Allah

Sebelum penulis membahas lebih jauh mengenai para nabi, kelompok ingin menjabarkan terlebih dahulu mengenai awal dari pemanggilan kenabian. [9] Dalam pengajarannya para nabi seakan akan terlihat dapat melihat masa depan, akan tetapi kadang-kadang nubuat tentang masa depan didasarkan atas pengamatan masa kini. Para nabi bekerja diilhami oleh Roh Allah, atau di berdayakan oleh “tangan Allah” dan melalui semua itu para nabi menjadi ekstatis sehingga dalam keadaan sadar dan tak sadar para nabi sering mendapat penglihatan-penglihatan dan menjadi pelihat dan sebagian dari mereka melakukan mujizat-mujizat, mereka menyampaikan firman Allah dengan perumpamaan-perumpamaan atau perbuatan-perbuatan simbolis.

Akan tetapi banyak nabi yang dipanggil bukan hanya untuk mengucapkan firman saja melainkan mewujutnyatakan firman itu dalam kehidupan pribadinya, dan biasanya tindakan tersebut seringkali disebut dengan istilah simbolisme, profetis atau “tindakan simbolis” sehingga dapat dikatakan tindakan para nabi tersebut merupakan sebuah dabar, sebuah kejadian, sebuah perkataan yang bergerak. Menurut Perjanjian Lama pekerjaan ataupun aktivitas yang dilakukan terhadap sesuatu merupakan kekuatan panggilan terhadap suatu tugas ataupun hak istimewa. Dalam panggilan Abraham (Kej 12:1), Musa (Kel 3:10) ataupun Yesaya (Yes 6:9) tidak membedakan bahwa suatu panggilan dari Tuhan sendiri.[10] Dalam Perjanjian Lama kata panggilan memiliki makna teologis yaitu:

1.      Mengandung didalamnya panggilan untuk melayani Allah dalam suatu fungsi dan suatu tujuan khusus (1 Sam 3:44, Yes 49:1)

2.      Menguraikan dan menunjuk kepada suatu hubungan antara Allah yang menamai dan apa yang menamai (Yes 43:1)

Pemanggilan dan pengutusan para nabi merupakan suatu tindakan Allah demi kepentingan umat-Nya. Hal ini seringkali dikatakan dimulai dengan suatu peristiwa yang bersifat rahasia dimana Allah berkenan mengerahkan seseorang menjadi peserta didalam pelaksanaan karya-Nya. Para nabi tidak bertugas sebagi alat yang pasif, namun sebaliknya mereka digerakkan secara aktif, bahkan lebih giat dari pada manusia biasa.[11] Peranan panggilan para nabi juga sebagai pejuang yang memanggil umat Israel kembali pada prinsip-prinsip yang menjadi landasan mereka. Dalam tugas mereka menguraikan makna perjanjian dan makna iman etis serta menerapkan pada situasi zaman mereka. Dengan demikian sumbangan mereka kepada perkembangan iman Israel merupakan sumbangan yang penting sekali.[12]

Fungsi para nabi terhadap panggilannya dapat dilihat dari satu periode ke periode yang lain, antara lain:[13]

1.    Pra Monarkhi : Nabi berfungsi sebagi juru bicara, pemimpin yang memberi pesan kepda rakyat. Pesan itu berisi bimbingan nasional, pemelihara keadilan dan pengawasan rohani.

2.    Pre Klasik      : Nabi berfungsi sebagi juru bicara dan penasehat kepada raja dan para pegawai istana.

3.    Klasik     : Nabi berfungsi sebagai juru bicara, komentator dalam bidang sosial, rohani kepada rakyat. Pesan yang disampaikan bersifat teguran mengenai keadaan yang berlangsung di masyarakat.

Keberadaan nabi adalah seorang manusia yang tidak berbeda dengan sesamanya. Namun nabi memiliki hal khusus yang membedakan mereka dengan masyarakat biasa. Nabi merupakan abdi Allah yang dipanggil untuk menyampaikan pesan Allah kepada manusia. Dalam Alkitab Perjanjian Lama orang pertama yang disebut nabi yakni Abraham (Kej. 20:7; bnd. Maz. 105:15). Ia menerima panggilan khusus dan bersifat pribadi dari Allah. Namun nubuat Perjanjian Lama menerima bentuk normatifnya dalam hidup dan pribadi Musa yang merupakan tolok ukur bagi nabi-nabi selanjutnya (bnd. Ul 18:15-19, 34:10). Perikesadaran kenabian akan makna sejarah Israel bermuara dari panggilan Allah kepada Musa. Dengan demikian Musa merupakan typos terbesar bagi seluruh kenabian.

Awal pemanggilan Musa oleh Allah dapat diketahui secara khusus dalam kitab Keluaran 3. Sifat-sifat apapun yang kemudian dihubungkan dengan nubuat dan inisiatif dalam menjadikan Musa sebagai seorang nabi terletak pada tangan Tuhan. Dalam Keluaran 33:11 memaparkan dengan jelas terbentuknya suatu hubungan yang unik antara Musa dengan Allah. Musa yang telah dibawa dihadapan Allah mampu berbicara atas nama Allah ditengah-tengah kekuasaan Mesir.  Setelah pemanggilan itu maka Musa harus pergi berdiri dihadapan bangsanya. Disini tampak fungsi nabi sebagai perantara. Peranan ini digambarkan dengan baik dalam Ulangan 5:24-28.

Tujuan pemanggilan Musa oleh Allah adalah sebagai perantaraNya dalam menyampaikan pesan kepada bangsa Israel. Musa diberi kecakapan untuk menafsirkan bebagai kejadian besar yang segera akan terjadi. Musa tidak dibiarkan Allah untuk bergumul menemukan arti dari berbagai kejadian yang sedang berlangsung ataupun sudah terjadi ditengah-tengah perjalanan bangsa Israel menuju tanah perjanjian. Allah berbicara kepada dia dan memberi tahu keadaan yang akan terjadi kepada Musa secara langsung. Namun bukan hal itu saja, Musa juga diberi sutu tanda dari Allah bahwa ia memiliki kekuatan dan kekuasaan dari Allah (bnd. Kel 4:3,6).

Selain itu juga, hal yang diperoleh dari kenabian Musa sendiri yaitu mengenai etika dan kepedulian sosial Musa sendiri. Bahkan sebelum Musa dipanggil Allah menjadi seorang nabi, ia telah memperhatikan keadaan sosial umatnya (Kel 2:11,17). Dalam panggilannya Musa juga menjadi seorang nabi pemberi hukum yang membentangkan dan memberikan undang-undang yang paling berprikemanusiaan dan filantropis dalam dunia kuno dengan memperhatikan kaum lemah (Ul 24:19-22) dan membasmi penindasan (Im 19:9).[14]

Dalam kenabian Musa juga ditemukan kombinasi pemberitaan dan nubuat yang terdapat pada semua nabi. Ini sangat mencolok terperinci sebagai corak kenabian pada umumnya. Musa juga menetapkan suatu norma yang mana bila seorang nabi membicarakan kejadian masa kini juga harus membicarakan kejadian yang akan datang. Dan bahkan juga Musa mengucapkan nubuat akbarnya tentang nabi yang akan datang (UL 18:15). Dua ciri yang ditemukan dalam kenabian Musa yang juga terdapat pada generasi nabi setelah Musa yaitu memakai lambang dalam mengemukakan amanat mereka seperti halnya Musa mengangkat tangannya ke atas (Kel 17:8) dan juga patung ular tedung (Bil 2:8). Hal kedua yang juga ditemukan dalam kenabian Musa yakni dari segi syafaat ia adalah wakil bangsa dihadapan Allah pada suatu peristiwa yang secara harafiah dimana Musa sebagai pendoa yang tegar menangkis semua serangan (Kel 32:30)

C.    Pengutusan Allah

Penyataan, panggilan dan pengutusan Allah tidak dapat dipisah-pisahkan. Allah mengutus hamba-hamba-Nya para nabi. Dan tindakan Allah terhadap para nabi dan menjadikan mereka sebagai perantara terhadap Israel maupun bangsa-bangsa di dunia. Berawal dari Allah “menyatakan diri-Nya” atau “berfirman” kepada para nabi, serta “memanggil” mereka dengan “menaruh roh-Nya” ke atas mereka, dengan perantaraan hamba-hamba-Nya itu Allah “berfirman” kepada umat-Nya; sesekali Ia “memperingatkan”, “menegur”, atau mengancam” disisi lain juga “menghibur”.[15]

Pengutusan para nabi merupakan perbuatan besar Allah. Allah sangat tahu “ketidakmampuan” para nabi. Allah tidak hanya asal memanggil kemudian mengutus mereka saja, tetapi Allah juga memperlengkapi utusan-Nya dengan kekuatan, kuasa dan urapan.[16] Itu berarti bahwa kekurangan mereka dicukupi; yang masih muda menjadi dewasa, yang berat lidah menjadi fasih bicara, sehingga meyakinkan orang, yang lemah diberi wibawa dan daya tahan. Semua itu dimungkinkan oleh Allah melalui suatu pemberian anugerah yang luar biasa. Selain memperlengkapi utusan-Nya, Allah juga berjanji bahwa Ia akan menyertai mereka, artinya Allah akan menolong, membantu, membuat berhasil, memberkati, bila perlu menyelamatkan hamba-Nya. Kadang Allah juga berkenan memberikan utusan-Nya seorang kawan sebagai pembantunya.[17]
 

BAB III

PENUTUP



Panggilan merupakan suatu pekerjaan yang khusus yang diterima seseorang atas prakarsa Allah. Hal ini merupakan suatu tindakan Allah selaku penentu kehidupan manusia melalui pemilihan nabi dan rasul. Esensi panggilan Allah tersebut merupakan suatu bentuk yang nyata dari Allah sendiri untuk memperbaiki hubungan dengan manusia. Oleh karena itu pemilihan nabi dan rasul merupakan suatu babakan baru dalam melanjutkan misi Allah sendiri yaitu karya penyelamatan Allah atas dunia ini.Dalam masa sekarang panggilan terus berlanjut melalui gereja. Gereja merupakan suatu bentuk persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dengan tujuan tertentu yaitu mendapatkan keselamatan dari Allah.

Panggilan terhadap gereja ditujukan secara langsung kepada tugas gereja di dunia ini yakni sebagai saksi Yesus didunia akan karya keselamatanNya. Alkitab sangat jelas memaparkan tugas dari gereja sendiri (bnd. Kis 1:8) dan inilah yang mengkonkritkan tugas gereja di dunia ini. Sebagai seorang hamba Tuhan, sudah seharusnya menghargai panggilan Tuhan. Khususnya adalah gereja Tuhan, di panggil untuk menjadi terang ditengah-tengah dunia yang gelap dan diutus untuk menjadi saksi Tuhan dan menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan. Menjadi orang-orang yang dipanggil dan diutus Allah harus sungguh-sungguh hidup dalam panggilan tersebut. Dan melakukan yang terbaik untuk Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA



Alkitab, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2006.

Bart, Chr., Teologi Perjanjian Lama 4, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.

Berkhof, Louis, Teologi Sistematika 1, Surabaya: Momentum, 2003.

Ensiklopedia Masa Kini Jilid II, Yayasan Bina Kasih/OFM.

Kittel, Gerhard, Theologycal Dictionary of New Testament, W.H.B

Eermans Publishing Company.

P.R., Darmawijaya., Tindak Kenabian, Yogyakarta: Kanisius, 1991.

Rowley, H.H., Ibadat Israel Kuno, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1981.

Walton, Jhon, Ancient Israelite Literature, In This Cultural Context.

















[1] Darmawijaya P.R., Tindak Kenabian (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 5.
[2] Chr. Bart, Teologi Perjanjian Lama 4 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 1.
[3] Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1 (Surabaya: Momentum, 2003), 38.
[4] Ibid. 42.
[5] Ibid 45
[6] Chr. Bart, Op. Cit., 18.
[7] Band. Kej. 31:24; Bil 22:20 dsb.
[8] Chr. Bart, Op. Cit., 22.
[9] Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kataPanggilan Muncul dalam pemberitaan sekitar 700 kali sebagai kata kerja, kata benda maupun sebagai kata sifat. Dalam Perjanjian Lama untuk menyebutkan istilah panggilan yaitu קראֶ Yang artinya memanggil. Dalam Perjanjian Baru istilah yang dipergunakan untuk menyebut panggilan yaitu κάλέώ yang artinya “memanggil” dengan kata gabungan dan kata jadiannya κλέτος “dipanggil” dan κλέσίς merupakan kata verbal yang keluar dari Allah sendiri (bnd. Roma 11:29)[9] Kata κλέσίς yang dimaksudkan adalah πάράθέω (dekat kepada Allah). Dengan demikian panggilan itu adalah bersaksi tentang Tuhan (2 Tim 1:9).
[10] Gerhard Kittel, Theologycal Dictionary of New Testament (W.H.B Eermans Publishing Company), 478.
[11] Chr. Bart, Op. Cit., 6.
[12] H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuno (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1981), 119.
[13] Jhon Walton, Ancient Israelite Literature, In This Cultural Context, hlm. 207-208
[14] Ensiklopedia Masa Kini Jilid II, Yayasan Bina Kasih/OFM hlm. 163.
[15] Chr. Barth, Op. Cit., 6.
[16] Bnd. Matius 28:19-20; Kis. 1:8
[17] Lihat. Kel. 4:10-16; 18:24b-30; Yes 8:16; bnd. Mrk. 6:7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS

BUKTI-BUKTI KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS 1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya. Yesus lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataa...